Surabaya (pilar.id) – Sebuah video viral memperlihatkan aksi pencopotan paksa label rumah makan Padang di Cirebon oleh kelompok masyarakat tertentu, menuai perhatian publik dan menjadi topik hangat di media sosial. Tindakan tersebut dianggap meresahkan oleh berbagai pihak, termasuk Dr. Listiyono Santoso SS, M. Hum., Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR), yang memberikan pandangannya terkait insiden tersebut.
Menurut Dr. Listiyono, peristiwa tersebut memiliki dampak yang signifikan bagi masyarakat Minangkabau, karena identitas “rumah makan Padang” lebih dari sekadar jenis makanan. “Bagi orang Minangkabau, rumah makan Padang adalah simbol identitas yang mencakup tata cara makan serta nilai-nilai adat. Ini bukan sekadar nama tempat makan, tetapi representasi budaya,” ujarnya.
Dr. Listiyono menjelaskan bahwa unsur primordialisme menjadi salah satu faktor utama dalam kasus ini. Tindakan persekusi tersebut, menurutnya, merupakan upaya untuk mempertahankan identitas budaya Minangkabau. Namun, ia menegaskan pentingnya kebijaksanaan dalam menghadapi keberagaman identitas di Indonesia.
“Hendaknya ego sektoral tidak dijadikan alasan untuk melarang pihak lain menggunakan identitas budaya tertentu. Sebaliknya, identitas ini seharusnya menjadi duta budaya yang mempererat persatuan,” jelas Wakil Dekan I FIB UNAIR tersebut. Ia juga menyebutkan bahwa persaingan bisnis bisa menjadi faktor lain yang mendorong tindakan tersebut, tetapi faktor utama tetaplah tentang penggunaan identitas budaya dengan kehati-hatian.
Dr. Listiyono menyoroti peran media sosial dalam memperbesar dampak peristiwa ini. Informasi yang tidak utuh di media sosial sering kali memicu respons berlebihan dari masyarakat, hingga mendorong tindakan ‘persekusi balik’ dalam bentuk komentar negatif kepada rumah makan Padang. “Banyak orang yang tidak memiliki pemahaman setara tentang identitas kesukuan dan langsung mengeluarkan pernyataan bernada sarkastik. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman akan nilai budaya dan ruang hidup bersama,” ungkapnya.
Menghadapi situasi ini, Dr. Listiyono menekankan pentingnya kesadaran multikultural bagi seluruh masyarakat Indonesia. Ia mengingatkan bahwa penghormatan terhadap nilai budaya antar suku bangsa adalah dasar untuk hidup berdampingan secara damai.
“Setiap individu perlu menyadari bahwa Indonesia adalah negara yang beragam, dan kita harus menghargai perbedaan tersebut. Saat ini, setiap suku sering hidup berdampingan dengan suku lain di wilayah yang sama. Oleh karena itu, kesadaran multikultural sangat diperlukan,” tutupnya. (hdl)