Jakarta (pilar.id) – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) meminta negara bertanggung jawab atas meninggalnya 127 korban meninggal dunia di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10/2022).
Ketua YLBHI Muhammad Isnur mengatakan, YLBHI mengecam tindakan represif aparat terhadap penanganan suporter dengan tidak mengindahkan berbagai peraturan, terkhusus Implementasi prinsip hak asasi manusia (HAM) Polri.
“Kami mndesak megara, pemerintah pusat dan daerah terkait untuk bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan, Malang,” kata Isnur dalam siaran persnya, Minggu (2/10/2022).
Selain itu, kata dia, YLBHI meminta mendesak agar pemerintah segera melakukan penyelidikan dalam tragedi ini. Penyelidikan bisa dilakukan dengan membentuk tim independen.
“Kami mendesak Negara untuk segera melakukan penyelidikan terhadap tragedi ini yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan korban luka dengan membentuk tim penyelidik independen,” tegasnya.
Di sisi lain, YLBHI menyampaikan bela sungkawa sedalam-dalamnya atas jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan yang terjadi setelah selesainya laga pertandingan sepakbola Arema vs Persebaya tersebut.
Sejak awal panitia mengkhawatirkan akan pertandingan ini dan meminta kepada Liga (LIB) agar pertandingan dapat diselenggarakan sore hari untuk meminimalisir resiko. Tetapi sayangnya pihak Liga menolak permintaan tersebut dan tetap menyelenggarakan pertandingan pada malam hari.
Pertandingan berjalan lancar hingga selesai, hingga kemudian kerusuhan terjadi setelah pertandingan dimana terdapat supporter memasuki lapangan dan kemudian ditindak oleh aparat.
Dalam video yang beredar, kata Isnur, YLBHI melihat terdapat kekerasan yang dilakukan aparat dengan memukul dan menendang suporter yang ada di lapangan. Ketika situasi suporter makin banyak ke lapangan, justru kemudian aparat melakukan penembakan gas air mata ke tribun yang masih banyak dipenuhi penonton.
“Kami menduga bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use force) melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian masa yang tidak sesuai prosedur menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan,” ujarnya.
Penggunaan gas air mata yang tidak sesuai dengan Prosedur pengendalian massa mengakibatkan suporter di tribun berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak nafas, pingsan dan saling bertabrakan.
Hal tersebut diperparah dengan over kapasitas stadion dan pertandingan big match yang dilakukan pada malam hari hal tersebut yang membuat seluruh pihak yang berkepentingan harus melakukan upaya penyelidikan dan evaluasi yang menyeluruh terhadap pertandingan ini.
“Padahal jelas penggunaan gas Air mata tersebut dilarang oleh FIFA. FIFA dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion,” tutup Isnur. (her/din)