Jakarta (pilar.id) – Bulan Februari tidak hanya diperingati oleh mereka yang merayakan hari kasih sayang, Valentine. Namun, di bulan ini pula terdapat peringatan Hari Internet Aman (Safer Internet Day).
Internet memang memberikan banyak manfaat. Namun, tanpa penggunaan yang bijak, internet juga bisa menjadi sumber masalah bagi masyarakat seperti penyebaran berita bohong, provokasi, depresi, dan akses konten yang tidak aman bagi anak-anak.
Untuk itu, internet aman tidak akan bisa tercipta jika tidak ada pendidikan literasi yang memadai. Terutama bagi anak-anak dan orang tua, supaya mereka bisa mengontrol dan mengimbangi anak ketika berselancar di dunia maya. Hal ini ditegaskan oleh Koordinator Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Rizki Ameliah.
Hal ini, menurut Rizki, pada seminar web, Minggu (20/2/2022), didorong dengan meningkatnya pengguna internet termasuk anak-anak yang sudah terpapar teknologi digital sejak dini (digital native).
“Kita tidak memungkiri bahwa internet telah menghadirkan peluang dan solusi terutama di tengah pembatasan edukasi dan pembelajaran karena pandemi,” kata Rizki.
“Internet memungkinkan informasi yang luas dan gratis, namun juga seperti pisau bermata dua, ruang digital juga ada dampak negatif seperti adanya cyberbullying, cybercrime, hingga eksploitasi seksual online. Sehingga, proporsi internet yang meningkat ini juga perlu diimbangi dengan literasi dan talenta digital,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Rizki mengatakan Siberkreasi Kemenkominfo memberikan pelatihan digital untuk masyarakat melalui Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi Kementerian Kominfo (GNLD Siberkreasi), yang menjangkau setidaknya 12,5 juta peserta kecakapan digital tingkat dasar.
Ia menjelaskan bahwa ada empat pilar literasi yang penting untuk mengenalkan dan memberikan pemahaman mengenai perangkat teknologi informasi dan komunikasi, yaitu kecakapan digital (digital skill), budaya digital (digital culture), etika digital (digital ethics), dan keamanan digital (digital safety).
Digital skill sendiri berkaitan dengan kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras, perangkat lunak serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya digital culture merupakan bentuk aktivitas masyarakat di ruang digital dengan tetap memiliki wawasan kebangsaan, nilai-nilai Pancasila, dan kebhinekaan.
Sementara itu, digital ethics adalah kemampuan menyadari mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut, digital safety adalah kemampuan masyarakat untuk mengenali, menerapkan, meningkatkan kesadaran perlindungan data pribadi dan keamanan digital.
Selain melalui GNLD Siberkreasi, Kementerian Kominfo juga menjangkau 100 ribu peserta kecakapan digital tingkat menengah melalui Digital Talent Scholarship (DTS), dan 300 peserta kecakapan digital tingkat lanjutan melalui Digital Leadership Academy (DLA).
Pada tahun 2024, GNLD Siberkreasi diharapkan mencapai 50 juta peserta, 700 ribu peserta untuk DTS, dan 1.200 peserta untuk DLA. Program tersebut hadir sebagai program stimulus yang sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo terkait penyiapan kebutuhan 9 juta SDM bidang digital selama 15 tahun ke depan untuk mendukung transformasi digital di Indonesia.
“Ini adalah bekal kita untuk mempersiapkan diri dan mengoptimalkan potensi di era transformasi digital. Program ini terus dijalankan untuk menjangkau masyarakat Indonesia hingga pelosok negeri,” ujar Rizki. (lin/fat/antara)