Jakarta (pilar.id) – Dalam ASEAN Regional Symposium yang berlangsung pada tanggal 20 Maret 2024 di Bangkok, ASEAN Foundation mengungkap hasil penelitian terbaru mereka tentang literasi digital dengan dukungan dari Google.org.
Penelitian yang berjudul One Divide or Many Divides? Underprivileged ASEAN Communities’ Meaningful Digital Literacy and Response to Disinformation bertujuan untuk menyoroti partisipasi digital komunitas yang kurang beruntung di kawasan ASEAN.
Penelitian ini menjelajahi pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan respons mereka terhadap disinformasi dengan tujuan memperkuat pemahaman mengenai peran literasi digital dalam mengidentifikasi dan menanggapi disinformasi di dalam komunitas-komunitas tersebut.
Sebagai salah satu inisiatif utama dari ASEAN Digital Literacy Programme (ASEAN DLP), penelitian ini merupakan langkah penting setelah berhasil memberdayakan lebih dari 190 ribu individu di seluruh kawasan ASEAN dengan keterampilan literasi digital yang diperlukan.
Program ASEAN DLP melibatkan ASEAN Youth Advisory Group yang telah berhasil menggerakkan kampanye melalui berbagai saluran media sosial dan berhasil menjangkau 3.000 orang melalui kegiatan langsung serta lebih dari 900 ribu orang di media sosial. Platform pembelajaran online www.DigitalClassASEAN.org juga diluncurkan sebagai bagian dari upaya ini.
“Hasil penelitian terbaru dari ASEAN Digital Literacy Programme merupakan panggilan bagi pemangku kepentingan strategis untuk bergabung dalam diskusi mengenai laporan dan temuan ini,” kata Dr. Piti Srisangnam, Direktur Eksekutif ASEAN Foundation.
Penelitian ini melibatkan survei kuantitatif dan pengumpulan data kualitatif dari seluruh 10 negara anggota ASEAN, yang dipresentasikan dalam simposium ini untuk mendengarkan wawasan dan rekomendasi dari masing-masing negara anggota serta berdiskusi dengan peneliti dari setiap negara.
Harapannya, penelitian ini akan membantu mengurangi kesenjangan digital di kawasan ASEAN dan menciptakan ruang digital yang lebih inklusif dan aman.
Laporan tersebut menunjukkan adanya perbedaan tingkat berpikir kritis dan kompetensi perlindungan privasi di antara negara-negara anggota ASEAN.
Thailand memiliki persentase terendah individu dengan kemampuan berpikir kritis yang tinggi, hanya 25 persen, sementara Kamboja memiliki 62,2 persen. Filipina tertinggal dalam kompetensi perlindungan privasi dengan hanya 17,42 persen individu yang memiliki kompetensi tinggi, sedangkan Singapura unggul dengan 54,37 persen.
Di Indonesia, meskipun pertumbuhan ekonomi digital yang pesat, terdapat kesenjangan digital yang nyata terutama antara daerah perkotaan dan pedesaan.
Penetrasi internet yang tinggi dan peningkatan populasi kaum muda telah mendorong pertumbuhan ekonomi digital sebesar 414 persen, namun tantangan infrastruktur masih ada, terutama di daerah-daerah seperti Lanny Jaya dan Paniai di Papua.
Indonesia memiliki tingkat penggunaan media sosial tertinggi di dunia dan tingkat penetrasi internet sebesar 73,7 persen (per tahun 2021), yang menciptakan lingkungan yang cocok untuk penyebaran misinformasi dan hoaks.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk melawan misinformasi, termasuk pemantauan media sosial, pembentukan pasukan tugas khusus, dan penyediaan data yang divalidasi untuk pendidikan masyarakat. Namun, beberapa komunitas, seperti para penambang timah lokal di Belitung Timur, masih menghadapi tantangan literasi digital yang membuat mereka rentan terhadap risiko online.
Untuk mengatasi masalah ini, laporan merekomendasikan strategi kolaboratif melibatkan organisasi pemerintah, non-pemerintah, dan komunitas berbasis masyarakat. Inisiatif lokal, seperti yang dilakukan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Belitung Timur, fokus pada peningkatan literasi digital dan memberikan alat kepada komunitas untuk melawan ancaman digital.
Meskipun ekonomi digital Indonesia berkembang pesat, upaya lebih lanjut diperlukan untuk menjembatani kesenjangan digital, meningkatkan literasi digital, dan melawan misinformasi, terutama di antara populasi yang kurang beruntung dan di pedesaan.
Dengan dirilisnya temuan ini, ASEAN Foundation berharap memulai diskusi yang berarti dan mendorong kerjasama di antara berbagai pihak untuk menghadapi tantangan literasi digital yang kompleks di kawasan ASEAN.
Tujuannya adalah untuk memperkuat ketahanan masyarakat terhadap mis/disinformasi melalui program literasi digital yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak, dengan memperhatikan perbedaan infrastruktur, pengaruh budaya, dan kebijakan pemerintah di seluruh ASEAN.
Marija Ralic, Lead untuk Google.org APAC, menyatakan, “Kami dengan bangga mendukung ASEAN Foundation dalam pemberdayaan masyarakat di seluruh wilayah ASEAN dengan keterampilan literasi media dan keamanan daring yang penting.”
Sebelumnya, Google.org telah memberikan dukungan kepada ASEAN Foundation dengan hibah sebesar 1.5 juta Dollar AS untuk mendukung pelaksanaan ASEAN DLP dari tahun 2022 hingga 2024.
ASEAN Regional Symposium juga dihadiri oleh berbagai pihak seperti Ketua Dewan Pengawas ASEAN Foundation, perwakilan dari Google.org, perwakilan dari Sekretariat ASEAN, mitra pelaksana lokal ASEAN DLP, entitas-entitas ASEAN, lembaga-lembaga strategis, dan pakar literasi digital di wilayah tersebut.
Simposium tersebut diakhiri dengan diskusi panel tentang From Divide to Empowerment: Strategies for Inclusive Digital Literacy in ASEAN yang membahas strategi pemberdayaan menuju literasi digital yang inklusif, terutama di kalangan komunitas-komunitas kurang beruntung di ASEAN. (ted)