Jakarta (pilar.id) – Usai kasus gagal ginjal akut progresif yang menyasar anak-anak di Indonesia terus mengalami peningkatan pada Agustus 2022, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus melakukan pengujian terhadap berbagai obat sirop yang beredar di pasaran.
Dalam proses pegujian beberapa sample tersebut, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy datang secara langsung ke laboratorium BPOM untuk melakukan pemantauan.
Dalam kunjungannya ke Laboratorium BPOM, Menko PMK didampingi Kepala BPOM, Penny Lukito, Kepala Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional, Muhammad Kashoeri dan beberapa pejabat terkait lainnya.
“Saya hari ini menyambangi kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk mengecek langsung proses pengujian beberapa sampel obat sirop di laboratorium BPOM,” kata Muhadjir Effendy dalam keterangannya di Jakarta, Senin (31/10/2022).
Muhadjir Effendy menjelaskan, dari hasil pantauan tersebut diketahui bahwa tim dari BPOM terus melakukan proses pengujian secara intensif.
“Dari hasil pantauan, tim dari BPOM diketahui telah melakukan penanganan dan pengujian secara intensif sehingga kami turut mengapresiasi kerja BPOM dalam menguji sampel obat-obat sirop selama 24 jam nonstop,” katanya.
Muhadjir menambahkan, kasus obat yang mengandung bahan pelarut yang melebihi ambang batas harus ditindaklanjuti, apakah merupakan cemaran atau ada kesengajaan.
“Secara detail tadi dapat informasi dari laboratorium, itu kandungannya bisa dilihat berapa ambang batas minimumnya,” kata Muhadjir.
Hal ini, menurut dia, bisa dijadikan dasar dan alat bukti untuk menjelaskan siapa yang bisa dikenakan tindak pidana.
“Saya yakin semua langkah BPOM sudah tepat, terukur, dan sistemis untuk memastikan siapa yang salah dan siapa yang terimbas pengaruh akibat kasus ini,” tuturnya.
Menko PMK berharap kasus ini segera terbuka, agar para pelaku usaha industri yang terkena imbas penahanan produk terutama yang sudah baik dan patuh, bisa segera dipulihkan kembali.
Sebelumnya, BPOM resmi melarang penggunaan obat sirop dengan zat pelarut propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, hingga gliserin atau gliserol. Sehingga, obat sirop yang memakai pelarut di luar keempat zat tersebut diperbolehkan dikonsumsi.
Hal ini sekaligus merespons temuan kasus gangguan ginjal akut di Indonesia yang diduga akibat keracunan kandungan dalam obat sirop.
“Sesuai dengan tugasnya BPOM sudah menyesuaikan pengujian dengan jumlah obat yang diberikan Kemenkes mana yang aman dan mana yang tidak aman sudah kami teliti. Nanti akan kami telusuri dari hulu ke hilir sistem jaminan keamanan dan mutu obat, termasuk nanti ada instruksi cara produksi obat yang baik, izin edar dan lainnya,” kata Kepala BPOM Penny Lukito. (fat)