Surabaya (pilar.id) – Meski Pandemi Covid-19 sudah mereda, beberapa pekerja mengaku lebih suka bekerja dari rumah atau work from home.
Menanggapi fenomena work from home yang tetap menguat ini, sosiolog sekaligus Guru Besar Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial (FISIP) Universitas Airlangga, Prof Dr Sutinah Dra MS mengatakan, hal ini adalah dampak dari perubahan sosial yang terjadi belakangan.
Mengiringi pertumbuhan era digital, sejumlah orang mengaku lebih nyaman jika bekerja tanpa meninggalkan rumah.
“Dulu semasa saya, bekerja itu adalah bekerja di kantor, orang tidak dianggap bekerja kalau tidak di kantor. Dan sekarang mengalami perubahan terutama setelah perkembangan IT,” terang Sutinah.
Dikatakan, munculnya tradisi work from home dikarenakan sejumlah faktor. Seperti, efisiensi waktu, tidak terdapat gangguan yang signifikan, merasa lebih produktif, tidak terjebak macet, hingga merasa lebih nyaman.
Sutinah pun melihat, dengan work from home, pekerja dapat mengatur jadwal kerjanya sendiri, alias tak terjebak dalam pola berangkat pagi pulang sore.
“Bisa jadi ada orang yang ingin kerjanya pagi-pagi sekali. Namun ada juga yang ingin kerjanya malam karena sepi sehingga mereka tidak terganggu oleh suara atau mendengar hal lain,” kata Sutinah.
Pekerja, lanjut dia, dapat menggunakan waktu luangnya untuk melakukan kegiatan yang menunjang produktivitas. Hal ini akhirnya menjadi angin segar bagi pekerja milenial, yang selama ini cenderung menyukai fleksibilitas bekerja.
“Di kantor itu kan sering kali ada semacam konflik dengan teman, dalam arti bukan konflik fisik ya. Ada persaingan, kadang ada hal yang membuat jealous tapi kalau dirumah kan tidak,” tambahnya.
Namun secara sosiologis, manusia seharusnya tetap perlu berinteraksi. Walau teknologi memungkan proses interaksi tanpa harus bertemu, kata Sutinah, interaksi tanpa sekat dan jarak tetap harus diperhatikan.
“Interaksi sosial dalam sosiologi dikenal sebagai dasar orang untuk dapat melakukan aktivitas. Meskipun teraksi dapat dilakukan secara online, tapi interaksi secara langsung masih tetap diperlukan,” tegasnya. (riz/hdl)