Jakarta (pilar.id) – Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah mengatakan, kenaikan biaya haji yang ditanggung jemaah haji reguler sudah memenuhi nilai keadilan. Menurutnya, biaya tersebut sudah mempertimbangkan berbagai risiko.
“Apa yang disampaikan Kementerian Agama sangat masuk akal. Sudah mempertimbangkan risiko,” ujar Fadlul, di Jakarta, Selasa (24/1/2023).
Fadhul mengatakan, hampir setiap tahun biaya haji yang dibutuhkan naik akibat inflasi dan kurs. Meski demikian, Kemenag masih akan melakukan diskusi lanjutan bersama DPR RI terkait berapa persen yang harus dibayar jemaah dan berapa persen yang harus dibebankan pada nilai manfaat.
“Kalau penggunaan nilai manfaat lebih dari 30 persen, maka akan menggerus nilai manfaat dari jemaah haji yang akan berangkat tahun-tahun selanjutnya. Apakah itu yang kita inginkan?” kata Fadlul.
Fadlul menjelaskan penggunaan nilai manfaat dari BPKH dari tahun 2010-2019 selalu naik supaya biaya haji yang ditanggung jamaah tidak naik secara drastis. Ia mencontohkan, tahun 2010 biaya haji yang dibutuhkan totalnya Rp34,5 juta dengan 30 juta dibebankan pada setiap jemaah (Bipih) dan Rp4,45 juta diambil dari nilai manfaat yang dikelola BPKH.
“Jadi nilai manfaatnya hanya 13 persen, sementara Bipihnya 87persen,” jelas Fadlul.
Sedangkan, pada 2019, rasio antara Bipih dan nilai manfaat sudah mencapai angka seimbang 50 persen banding 50 persen. Tahun 2022 ada kenaikan biaya layanan haji yang signifikan dan itu tidak normal. Total biaya haji dari Rp70 jutaan menjadi 90 jutaan.
“Karena tahun lalu kenaikan biaya tidak dibebankan ke jemaah, jadi penggunaan nilai manfaatnya yang naik dua kali lipat dari kondisi normal, ini masalahnya,” lanjut Fadlul.
Menurut Fadlul, jika tahun 2023 biaya yang dibebankan ke jamaah tidak naik dan penggunaan nilai manfaat masih besar seperti tahun 2022, maka hak nilai manfaat dari jamaah haji pada tahun-tahun mendatang akan tergerus. “Problemnya BPKH ada uangnya gak? Ada, namun sumbernya bukan hanya dari jemaah tahun 2023 saja, tapi juga diambil dari jemaah haji yang masih nunggu antre,” tanggap Fadlul.
Dia menambahkan, kalau penggunaan nilai manfaatnya terus besar seperti tahun lalu, maka hal itu dinilai justru tidak adil. Bahkan, Fadlul juga memaparkan, jika penggunaan nilai manfaat masih sama seperti tahun 2022, maka sebelum tahun 2027 dana nilai manfaat sudah habis.
“Yang kita usulkan 70 persen biaya dari jamaah haji yang berangkat sekarang, dan 30 persen dari nilai manfaat yang dikelola BPKH, itu lah keadilan,” ujar Fadlul. (ach/hdl)