Surabaya (pilar.id) – Tangan kanan Mat Hason menekan sebuah pisau mirip celurit tipis, membuat sayatan ke sebuah ban bekas berukuran besar. Sementara yang kiri menarik dengan kuat berusaha mengelupas lapisan karetnya.
Lapisan-lapisan karet dari ban ini lalu diletakkan di depan ruangan teras rumahnya, dikumpulkan jadi satu tumpukan yang meninggi. Karet ban inilah yang menjadi bahan utama pembuatan bak sampah, yang banyak diminati masyarakat.
Tahun 1980 an, dia mulai meneruskan usaha pembuatan bak sampah dari ban bekas meneruskan usaha orangtuanya. Hason menceritakan, dulu semua bak sampah dibuat langsung di Jalan Bibis Surabaya ini, sampai akhirnya kawasan ini terkenal dengan pusatnya bak sampah karet.
Namun kini, pembuatan bak sampah banyak dikerjakan di Bangkalan. Hanya sebagian saja yang masih Hason kerjakan sendiri. “Jadi lapisan karet yang sudah kita kupas dibawa ke Bangkalan untuk dibentuk jadi bak sampah,” katanya.
Ketika bak-bak tersebut jadi, lalu dibawa kembali ke kawasan ini untuk pengerjaan pengecatan. Setelah selesai langsung dipajang untuk dipasarkan. Satu bak sampah rata-rata dihargai Rp 70 ribu.
Sementara di sebuah lapak di Jalan Waspada, masih berada dalam satu kawasan yang sama, Hasan sedang sibuk mengecat bak karet yang baru datang dari proses produksi.
Pengecatan ini untuk menyelesaikan pesanan bak sampah dari Pemkot Surabaya yang mencapai 5000 buah. Sebagian besar sudah dikirim ke kelurahan-kelurahan se Surabaya, tinggal sisanya yang menunggu diselesaikan.
Selain bisa membeli langsung bak sampah karet di sepanjang Jalan Waspada hingga Jalan Bibis ini, warga juga bisa memesanan dalam jumlah banyak. Biasanya untuk keperluan satu kampung, dengan warna dan hiasan seragam yang bisa memperindah lingkungan. (ton/hdl)