Surabaya (pilar.id) – Debat Prabowo Subianto dan Anies Baswedan di Gedung KPU pada Selasa (12/12/2023) lalu memunculkan sorotan terhadap kompleksitas masalah keamanan di Papua. Hal ini juga mempertegas kenyataan bahwa problem di Papua membutuhkan solusi yang lebih komprehensif.
Dalam debat, Anies menekankan akar masalah pada ketidakadilan sosial. Sementara Prabowo mempertimbangkan faktor geopolitik dan ideologi dalam menganalisis situasi tersebut.
Menanggapi hal ini, Dr. Dwi Prasetyo, S.Sos., M.PSDM, pakar komunikasi dari Stikosa AWS, mengungkapkan bahwa retorika politik keduanya mencerminkan kompleksitas masalah keamanan di Papua dan kebutuhan akan solusi menyeluruh.
Menurut Dwi, Anies Baswedan, dengan vokalitasnya, memberikan penekanan pada akar masalah sebagai ketidakadilan sosial. Pemikiran ini menunjukkan perlunya penyelesaian yang tidak hanya bersifat militer, tetapi juga menangani ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang mendasar di wilayah tersebut.
“Dengan demikian, retorika Anies memberikan penekanan pada kebutuhan reformasi sosial sebagai bagian integral dari solusi untuk konflik Papua,” ujar Dwi.
Sementara itu, Prabowo Subianto membawa retorika politik yang lebih kompleks dengan mempertimbangkan faktor geopolitik dan ideologi dalam menganalisis situasi di Papua.
“Dengan menekankan kompleksitas ini, Prabowo menunjukkan bahwa penyelesaian konflik di Papua tidak dapat dilepaskan dari dinamika global dan pertentangan ideologis,” tambah Dwi.
Dwi Prasetyo menyoroti pentingnya menilai retorika politik dari kedua pihak untuk memahami bahwa masalah keamanan di Papua tidak dapat diatasi dengan pendekatan tunggal. Diperlukan pemahaman mendalam tentang aspek sosial, ekonomi, geopolitik, dan ideologis yang saling terkait untuk menggali solusi yang komprehensif.
Debat tersebut bukan hanya mencerminkan perbedaan pendapat, tetapi juga menggarisbawahi kebutuhan untuk memadukan pendekatan yang bersifat holistik guna mencapai penyelesaian yang berkelanjutan di Papua. (usm/hdl)