Banjarmasin (pilar.id) – Di Desa Cempaka, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, puluhan orang menggantungkan hidupnya dari aktivitas penambangan intan dan emas.
Penambangan tumbuh menjadi aktivitas turun-temurun warga di sana. Setiap kelompok pendulang, biasanya berjumlah 6 hingga 12 orang bekerja bersama-sama untuk mendulang intan.
Hasil intan yang terjual dilakukan pembagian sebanyak 40 persen untuk pemilik mesin, 20 persen untuk pemilik lahan dan 40 persen untuk pendulang yang kemudian dibagi rata sesuai jumlah pendulang.
Pendulangan intan di Desa Cempaka tidak hanya dilakukan kaum pria, tapi juga para wanita. Mereka tidak menggunakan teknik penggalian dan membuat terowongan, namun dengan cara menyemprot dan menyedot tanah dari bekas galian intan yang telah berumur puluhan tahun.
Awal tahun 2000-an teknik mendulang dengan menggali dan membuat terowongan mulai ditinggalkan. Semakin banyak pendulang dan semakin sulitnya mendapatkan intan, para pendulang memilih menggunakan mesin penyedot dan penyemprot untuk mendulang intan.
Akibatnya lubang-lubang berukuran besar meyerupai danau kecil terlihat memenuhi kawasan pendulangan intan Cempaka. Efektivitas waktu dan kemungkinan yang lebih besar untuk mendapatkan intan dengan cara meyedot menjadi pilihan para pendulang.
Pipa panjang hingga puluhan meter dialirkan ke atas penyaringan berbentuk menara yang disebut kasbuk. Material hasil saringan inilah yang kemudian dikumpulkan dalam sebuah kolam untuk memulai proses mendulang intan.
Aktivitas pendulangan intan di Cempaka ini dilakukan warga tanpa dibekali perizinan. Eksploitasi dilakukan penambang dengan menggali setiap area bekas galian yang diperkirakan masih mengandung intan.
Kegiatan penambangan dengan membuat lubang-lubang besar yang tidak mungkin dapat ditutup lagi ini mengakibatkan rentan terjadi tanah longsor. Sejak awal 2000, hampir 400 jiwa melayang tertimbun tanah longsor yang kerap terjadi di area ini.
Selain itu proses pencucian material di kolam-kolam pendulangan juga mengakibatkan air memiliki kandungan asam yang sangat tinggi.
Di setiap area penambangan, para pembeli intan selalu menunggu intan yang ditemukan pendulang. Tak ada harga pasti untuk intan yang ditemukan, semua berdasarkan kesepakatan para pembeli berdasarkan kualitas intan.
Para pendulang tidak selalu mendapatkan hasil intan tiap harinya. Tidak jarang hingga satu minggu atau bahkan satu bulan mereka belum mendapatkan intan.
Pendapatan yang tidak pasti membuat kehidupan para pendulang intan tidak seindah kemilau intan yang mereka dapatkan, dan yang lebih parah, tanah berhektar-hektar pun rusak. (ful/hdl)