Jakarta (pilar.id) – Program tol laut yang menjadi andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat kampanye lalu dinilai gagal. Kegagalan tol laut dikarenakan tidak bisa mengendalikan disparitas harga dan ketersediaan barang, terutama di wilayah Indonesia timur.
“Sampai saat ini, indeks kemahalan konstruksi (IKK) Badan Pusat Statistik (BPS) ada di daerah Papua dan Maluku,” kata anggota Badan Anggaran DPR RI Sigit Sosiantomo, di Jakarta, Senin (4/7/2022).
Bahkan, lanjut Sigit, proyek yang sudah berlangsung selama 8 tahun ini, terindikasi adanya penyimpangan. Hal itu diungkap oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan adanya kelebihan pembayaran subsidi kepada operator.
Menurut Sigit, program tol laut perlu dievaluasi dan tidak layak diteruskan. Sebab, program tersebut hanya menghabiskan anggaran tapi tidak bisa menjadi instrumen penurun harga meskipun sudah disubsidi.
“Kontribusi tol laut dibandingkan moda lain adalah yang paling rendah,” tegas Sigit.
Tol laut, kata Sigit, juga tidak bisa menurunkan biaya logistik. Hal itu bahkan diakui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati yang menyatakan, biaya logistik Indonesia tertinggi di ASEAN.
Selain itu, dari hasil pemeriksaan atas realisasi waktu tempuh kapal tol laut secara uji petik pada beberapa trayek, ditemukan bahwa kapal-kapal tol laut belum sepenuhnya sesuai dengan target dalam SK trayek dan kontrak. Hal tersebut, mengakibatkan belum terjaminnya ketersediaan pelayanan tol laut yang tepat waktu bagi pengguna jasa.
“Sehingga, pelayanan kapal tol laut belum sepenuhnya mampu menjaga ketersediaan barang-barang kebutuhan pokok khususnya di wilayah timur Indonesia,” kata dia.
Karena jadwal kapal tol laut yang tidak teratur tersebut, pengguna kapal tol laut memutuskan berpindah atau lebih memilih menggunakan kapal swasta dengan biaya yang lebih tinggi. Kapal yang berlayar dalam trayek tol laut ini, menurut BPK juga belum sepenuhnya memenuhi persyaratan kelaikan lautan.
“Program yang sebenarnya bagus, tapi tidak direncanakan secara matang akhirnya hanya menghamburkan uang dan tidak berdampak signifikan,” tandas Sigit. (ach/hdl)