Surabaya (pilar.id) – Film Fury (2014) merupakan film perang yang disutradarai oleh David Ayer, berlatar pada hari-hari terakhir Perang Dunia II di teater Eropa. Film ini dibintangi oleh Brad Pitt, Shia LaBeouf, Logan Lerman, Michael Peña, dan Jon Bernthal.
Fury berfokus pada kru tank Sherman M4 Amerika Serikat yang dipimpin oleh Don Wardaddy Collier (diperankan oleh Brad Pitt), ketika mereka menghadapi misi berbahaya di belakang garis musuh di Jerman pada April 1945.
Salah satu kelebihan utama film ini adalah upayanya dalam menjaga keakuratan sejarah, khususnya dalam hal representasi kendaraan, kostum, senjata, serta atmosfer medan perang di era tersebut.
David Ayer dan timnya melakukan penelitian mendalam mengenai taktik perang, psikologi prajurit, dan penggunaan tank selama Perang Dunia II. Mereka melibatkan banyak sejarawan militer serta mantan tentara untuk memberikan wawasan tentang pengalaman nyata di medan perang.
Ini bertujuan untuk memastikan bahwa para aktor memahami tekanan fisik dan emosional yang dihadapi oleh tentara tank pada masa itu.
Untuk menambah keakuratan, para pemeran juga mengikuti pelatihan militer intensif yang diawasi oleh para veteran. Mereka diajarkan bagaimana mengoperasikan tank, serta berlatih dalam kondisi lapangan yang keras dan realistis, mirip dengan kondisi yang dialami prajurit selama Perang Dunia II.
Rekonstruksi Tank Sherman M4 dan Tiger 131
Salah satu keunikan dari film ini adalah penggunaan tank nyata dalam pengambilan gambar. Tank yang digunakan oleh kru di film adalah Sherman M4, tank standar yang digunakan oleh tentara Sekutu selama perang.
Tank ini merupakan rekonstruksi asli dari zaman Perang Dunia II, dan disediakan oleh Bovington Tank Museum di Inggris.
Selain itu, film Fury menampilkan Tiger 131, tank Jerman asli dari era perang yang dipinjam dari Bovington Tank Museum.
Tiger 131 merupakan satu-satunya tank Tiger I yang masih berfungsi di dunia saat ini. Keputusan untuk menggunakan peralatan dan kendaraan otentik adalah bagian dari usaha produksi untuk menampilkan keaslian pertempuran tank dalam film.
Departemen kostum bekerja keras untuk memastikan bahwa seragam dan alat tempur yang dikenakan para aktor sesuai dengan standar militer yang digunakan selama tahun 1945.
Hal ini mencakup detil kecil seperti emblem, medali, dan bahkan tanda-tanda keausan pada pakaian mereka. Seragam yang dikenakan para prajurit, baik itu tentara Amerika maupun tentara Jerman, dibuat dengan standar yang sama seperti yang dikenakan oleh tentara pada saat itu.
Senjata yang digunakan dalam film juga dipilih dan direplikasi berdasarkan model senjata asli yang digunakan pada Perang Dunia II. Beberapa senjata yang tampil dalam film antara lain M1 Garand, M1911 (pistol), MG42 (senapan mesin Jerman), dan Karabiner 98k.
Replikasi senjata ini dimaksudkan agar para aktor dapat merasakan sensasi menggunakan senjata sebenarnya, yang memberikan kesan lebih autentik dalam adegan pertempuran.
David Ayer sangat fokus pada aspek psikologi perang dan bagaimana perang memengaruhi mental para prajurit. Para aktor melakukan riset mendalam tentang trauma yang dialami prajurit tank, termasuk rasa terisolasi, keletihan, dan kehilangan yang dialami mereka dalam misi berbahaya.
Karakter dalam film digambarkan sebagai orang yang penuh beban emosional, dengan berbagai dampak psikologis akibat perang.
Brad Pitt, sebagai komandan tank yang keras, digambarkan memiliki perasaan kompleks yang mencerminkan pengalaman prajurit veteran yang telah lama berperang. Hubungan di antara kru tank dalam film juga sangat terfokus pada solidaritas, kepercayaan, dan ketegangan yang muncul dalam kelompok kecil yang dipaksa bertahan hidup dalam lingkungan yang brutal.
Pelatihan Militer Intensif
Diketahui, untuk menyiapkan film ini, para aktor harus menjalani pelatihan militer intensif yang dikenal sebagai boot camp. Program ini tidak hanya melibatkan pelatihan fisik, tetapi juga pelatihan emosional dan psikologis agar mereka dapat memahami bagaimana rasanya hidup sebagai prajurit tank.
Mereka tinggal dalam lingkungan keras selama berhari-hari, tidur di tenda, dan berlatih dalam kondisi yang menyerupai situasi perang sebenarnya. Ini membantu para aktor dalam menciptakan dinamika yang otentik di antara kru tank mereka.
Dari sisi visual, tim produksi bekerja untuk menciptakan atmosfer medan perang yang realistis. Lokasi pengambilan gambar di Eropa dipilih agar sesuai dengan kondisi geografis Jerman pada tahun 1945.
Efek visual dan sinematografi dibuat untuk menangkap kekacauan, kotoran, dan kebrutalan perang. Penggunaan cahaya redup dan asap juga memberikan kesan suram yang mencerminkan keputusasaan pada saat-saat terakhir Perang Dunia II.
Secara keseluruhan, film Fury memberikan perhatian besar terhadap detail historis dan berusaha menampilkan representasi akurat tentang pengalaman prajurit tank pada masa Perang Dunia II.
Berkat riset yang mendalam, konsultasi dengan sejarawan dan veteran perang, penggunaan peralatan dan kendaraan otentik, serta pelatihan intensif bagi para aktor, film ini mampu menyampaikan emosi yang kuat dan realitas keras dari perang.
Ini menjadikan Fury sebagai salah satu film Perang Dunia II yang menonjol karena autentisitas dan kedekatannya dengan sejarah.
100 Persen Film Fiksi
Fury (2014) adalah film fiksi, meskipun sangat terinspirasi oleh kejadian dan elemen sejarah nyata dari Perang Dunia II, khususnya di front Eropa. Walaupun latar, kostum, senjata, dan kendaraan yang digunakan dalam film ini mendekati fakta sejarah, cerita dan karakter di dalamnya sepenuhnya merupakan hasil imajinasi dan kreasi penulis serta sutradara, David Ayer.
Semua karakter utama dalam Fury, seperti Don Wardaddy Collier (Brad Pitt), Boyd “Bible” Swan (Shia LaBeouf), Norman Ellison (Logan Lerman), dan lainnya, adalah karakter fiktif.
Tidak ada catatan sejarah yang mencatat keberadaan kru tank dengan nama atau latar belakang yang sama. Ayer menciptakan karakter-karakter ini untuk menggambarkan berbagai kepribadian dan dinamika di dalam kru tank dalam suasana perang, namun tidak berdasarkan prajurit nyata tertentu.
Alur cerita utama, yang berfokus pada misi tank Sherman bernama Fury yang terlibat dalam pertempuran-pertempuran di Jerman, adalah fiksi.
Tidak ada peristiwa sejarah yang mendokumentasikan tank tertentu dengan misi serupa seperti yang ditampilkan di film. Meskipun film ini berlatarkan hari-hari terakhir Perang Dunia II di Jerman pada April 1945, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam film, seperti pertempuran satu lawan satu antara tank Sherman dengan Tiger atau misi untuk menghentikan pasukan Jerman di akhir cerita, adalah rangkaian peristiwa yang direka.
Meski film ini menyuguhkan gambaran tentang kebrutalan dan trauma psikologis yang dihadapi oleh prajurit tank selama Perang Dunia II, aspek ini lebih merupakan interpretasi dramatis daripada kisah faktual dari individu atau kru tank tertentu.
Tujuannya adalah untuk menangkap esensi perang dan konflik moral serta emosional yang dialami para prajurit, bukan untuk menceritakan kisah nyata dari suatu unit tank atau individu yang pernah ada.
David Ayer dan tim produksinya memang mengerahkan banyak upaya untuk membuat film ini terlihat dan terasa otentik, seperti penggunaan tank Sherman asli dan Tiger 131, pelatihan militer intensif bagi para aktor, serta kostum dan senjata yang akurat dari segi sejarah.
Namun, semua ini lebih untuk memberikan rasa realisme dan memastikan bahwa lingkungan serta peralatan yang digunakan setia kepada fakta sejarah, daripada menjadikan film ini adaptasi langsung dari peristiwa nyata.
Sutradara David Ayer mengakui bahwa ia terinspirasi oleh pengalaman pribadi keluarganya—ayah tirinya adalah veteran Perang Dunia II—dan oleh banyaknya literatur serta sejarah mengenai tank Sherman dan pengalaman para prajurit tank di Eropa selama perang.
Meskipun demikian, Ayer tidak mencoba menceritakan satu kisah historis tertentu, melainkan menciptakan cerita fiksi yang menangkap emosi dan realitas perang berdasarkan riset dan referensi sejarah yang ia pelajari.
Walaupun Fury mencoba menampilkan realitas perang yang keras dan berusaha mendekati keakuratan sejarah dalam hal tampilan visual, kendaraan, dan senjata, film ini tetaplah sebuah cerita fiksi.
Tidak ada misi nyata yang menjadi dasar cerita film ini, dan karakter-karakter serta peristiwa yang terjadi dalam film adalah hasil dari imajinasi dan interpretasi kreatif pembuat film. Film ini lebih merupakan sebuah kisah fiksi yang terinspirasi oleh pengalaman umum prajurit Perang Dunia II, bukan penggambaran dari satu peristiwa sejarah tertentu yang benar-benar terjadi. (ret/hdl)