Jakarta (pilar.id) – Pemerintah akhirnya resmi menaikkan harga BBM. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dari 7600 menjadi 10.000 rupiah per liter sangat amat memberatkan kehidupan rakyat. Kenaikan harga BBM ini pasti akan langsung disusul kenaikan berbagai harga komoditas kehidupan lainnya.
“Langkah pemerintah ini sungguh amat kejam di tengah kondisi masyarakat yang berada di bawah himpitan ekonomi yang sulit dan daya beli yang masih sangat rendah pemerintah dengan teganya justru menaikkan harga BBM,” kata Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat di Jakarta, Minggu (4/9/2022).
Padahal, kata dia, kondisi saat ini dimana harga minyak dunia sedang turun mestinya pemerintah masih dapat menunda kenaikan harga BBM ini.
Kenaikan BBM subsidi pada hari pada Sabtu (3/9/2022) dilakukan pada waktu yang tidak tepat. Karena akibat kenaikan BBM ini akan berdampak pada kenaikan harga berbagai bahan pangan dan kebutuhan masyarakat lainnya. Masyarakat saat ini tidak siap dengan berbagai kenaikan tersebut.
Masyarakat Indonesia bak sudah jatuh lalu tertimpa tangga akibat kenaikan harga BBM ini. Akibat dari pandemi covid-19 yang menghantam ekonomi masyarakat belum usai kini masyarakat harus di hadapkan pada berbagai kenaikan harga. Pemerintah telah benar benar menciptakan penderitaan bagi masyarakat.
Dampak kenaikan BBM ini Indonesia terancam stagflasi. Kenaikan berbagai harga harga tidak diikuti oleh kesempatan kerja bahkan terdapat potensi PHK besar besaran karena pabrik pabrik juga akan keberatan menghadapi dampak dari kenaikan harga BBM ini.
“Apalagi anggaran bantalan sosial yang digelontorkan sebesar Rp24,17 triliun tidak akan sebanding dengan tingkat resiko yang akan ditanggung atas kebijakan kenaikan BBM,” kata dia.
Pemerintah bisa menggunakan defisit anggaran yang masih ada ruang di atas 3 persen sebagaimana UU membolehkan untuk mempertahankan subsidi BBM, dan juga proyek-proyek infrastruktur yang lemah proyeksi benefitnya terhadap APBN harus dialihkan dulu untuk menangani subsidi BBM, contohnya tunda pembangunan IKN dan PMN Kereta Api Cepat.
Ditambah lagi angka Rp24,17 triliun yang dianggarkan tersebut nyatanya tidak mencukupi bahkan BLT tersebut tidak antisipatif dengan penambahan orang miskin baru dari kelas menengah akibat kenaikan harga BBM ini.
Oleh sebab itu, dia menyimpulkan, pemerintah terkesan sangat kejam dan tidak peduli dengan kondisi rakyatnya dan hanya peduli dengan proyek-proyek mercusuar nya antara lain Ibu Kota Baru dan Kereta Api Cepat.
“Seharusnya pemerintah mau cari cara lain seperti memperbesar defisit APBN sehingga rakyat tidak perlu menanggung resiko ekonomi berat akibat kenaikan BBM ini,” ujarnya. (her/din)