Surabaya (pilar.id) – Keputusan menjadikan Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) yang akan mendampingi Prabowo Subianto telah menciptakan gebrakan dalam politik nasional. Pengamat politik, Surokim Abdus Salam, melihat bahwa langkah ini telah mengubah peta politik Indonesia.
“Saya harus mengakui, keputusan ini sungguh menjadi kejutan yang tak terduga. Sejujurnya, saya sama sekali tidak memprediksi atau membayangkan ini. Saya mulai menduga-duga setelah adanya keputusan Mahkamah Konstitusi sore itu,” ungkap Surokim pada Senin (23/10/2023).
Sebelumnya, Partai Golkar, sebagai bagian dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), pertama kali memutuskan untuk mendukung Gibran sebagai cawapres. Keputusan tersebut kemudian diikuti oleh partai lain yang juga tergabung dalam KIM.
Ketua Umum Partai Gerindra dan bakal Calon Presiden (capres), Prabowo Subianto, secara resmi mengumumkan bahwa Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden RI Joko Widodo dan Wali Kota Surakarta, akan menjadi cawapres dari Koalisi Indonesia Maju dalam Pilpres 2024.
“Keputusan ini benar-benar mengagetkan banyak pihak, dan ternyata Mas Gibran sangat serius dalam pencalonannya,” ujar peneliti senior dari Surabaya Survey Center (SSC).
Surokim menjelaskan bahwa pada dasarnya Gibran masih dianggap sebagai politisi tingkat daerah yang belum memiliki eksposur nasional yang cukup.
“Belum masuk dalam kategori tokoh nasional yang berpotensi maju dalam pilpres. Ini adalah kejutan total dan tidak terduga,” kata Wakil Rektor III Universitas Trunojoyo Madura (UTM).
Menurut Surokim, para pemain politik mungkin bersaing untuk mendapatkan ‘Efek Jokowi’ yang dianggap sangat penting dalam konteks ini.
Dia menilai bahwa alasan inilah yang paling dominan dan dapat dimengerti. “Keberadaan Mas Gibran menjadi istimewa karena faktor Jokowi. Namun, ini juga tidak datang tanpa risiko, dan harus ada usaha dan bukti yang kuat untuk melepaskan diri dari bayang-bayang tersebut,” tandasnya.
Dalam konteks elektoral, Surokim melihat bahwa langkah ini dapat membawa keuntungan karena faktor popularitas Jokowi yang masih kuat. (rio/ted)