Jakarta (pilar.id) – Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati meminta, ramah anak bukan hanya sekadar slogan belaka. Namun, seluruh stakeholder harus benar-benar menciptakan tata aturan yang tegas untuk memantau tumbuh kembang anak.
“Rumah harus ramah anak, sekolah harus ramah anak, lingkungan juga harus ramah anak. Tapi tidak hanya berhenti di slogan ramah anak, implementasinya yang terpenting,” kata Kurniasih, di Jakarta, Senin (25/7/2022).
Politikus PKS ini mengingatkan perayaan Hari Anak Nasional 2022 sebagai momentum anak Indonesia untuk bebas perundungan (bullying) dan konten pornografi. Kasus perundungan yang menyebabkan hilangnya nyawa anak sama sekali tidak boleh terulang.
“Negara berkewajiban melindungi segenap tumpah darah dan nyawa setiap warga termasuk anak-anak,” kata dia.
Anak Indonesia, lanjut Kurniasih, sudah mulai masuk darurat konten pornografi. Serangan konten pornografi terbukti telah merusak bukan hanya orang yang terpapar tapi juga memakan korban orang lain yang tidak bersalah.
“Perilaku terpapar pornografi dengan kasus perundungan saling terkait dan menimbulkan dampak serius,” kata Kurniasih.
Berdasarkan survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) 2018, menyebutkan 2 dari 3 anak perempuan atau laki-laki berusia 13-17 tahun pernah mengalami setidaknya satu jenis kekerasan selama hidupnya. Selain itu, 3 dari 4 anak-anak dan remaja yang pernah mengalami salah satu jenis kekerasan atau lebih melaporkan bahwa pelaku kekerasan adalah teman atau sebayanya.
Di sisi lain, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima pengaduan masyarakat terkait kasus perlindungan khusus anak tahun 2021 sebanyak 2.982 kasus. Dari jumlah tersebut, paling banyak atau 1.138 kasus anak yang dilaporkan sebagai korban kekerasan fisik dan atau psikis.
“Situasi darurat tidak bisa diatasi dengan penanganan normatif, harus ada tindakan luar biasa dan upaya ekstra dan semua ini bisa dimulai dari inisiatif pemerintah,” kata dia.
Sebelumnya, kasus perundungan anak kembali terjadi. Seorang pelajar SD di Tasikmalaya, Jawa Barat harus meninggal dunia akibat perundungan fisik, seksual, dan mental dari teman-teman sebayanya.
Dari keterangan kepolisian didapatkan informasi bahwa terduga pelaku mendapatkan paparan konten pornografi sehingga perlu penanganan khusus. “Ini tamparan keras bagi kita semua, alarm darurat perundungan anak telah dibunyikan lantang. Jangan lagi terulang!” tegas Kurniasih. (ach/hdl)