Surabaya (pilar.id) – Israel baru-baru ini menjadi sorotan dunia setelah memutuskan untuk mematikan saluran internet di Gaza sebagai bagian dari operasi militer yang mereka lakukan pada wilayah tersebut.
Tindakan tersebut telah memicu berbagai respons dan tindakan, termasuk upaya kampanye yang dilakukan oleh beberapa pihak untuk mendorong Elon Musk, pendiri SpaceX, agar menyediakan akses internet melalui Starlink kepada warga Palestina di Gaza. Namun, respons dari Israel terhadap tawaran bantuan internet ini justru tak terduga.
Menteri Komunikasi Israel, Shlomo Karhi, telah mengumumkan rencana pemboikotan terhadap seluruh produk milik perusahaan milik Elon Musk sebagai tanggapan terhadap tawaran bantuan internet tersebut.
Keputusan keras Israel ini telah memicu berbagai kontroversi dan memancing perhatian berbagai pihak. Salah satunya adalah Fadhila Inas Pratiwi MA, PhD (Candidate), seorang dosen ahli bidang Politik dan Keamanan Internasional dari Departemen Hubungan Internasional Universitas Airlangga (UNAIR).
Menurut Dhila, tindakan Elon Musk untuk menyediakan akses internet ke Gaza melalui Starlink tidak semata-mata berorientasi pada keuntungan, melainkan lebih sebagai tindakan kemanusiaan yang merespons situasi penindasan dan genosida di Gaza.
Dhila percaya bahwa tindakan Elon Musk, seorang pemilik perusahaan raksasa seperti SpaceX dan salah satu orang terkaya di dunia, seharusnya dianggap sebagai tindakan filantropi yang diarahkan untuk membantu warga Gaza.
Akses internet yang akan disediakan oleh Starlink akan memungkinkan organisasi kemanusiaan untuk berkoordinasi dengan lebih efektif dalam memberikan bantuan yang tepat sasaran kepada warga Gaza.
Selain itu, masyarakat dunia akan mendapatkan akses ke berita yang valid dan dapat melihat kejadian di Gaza secara langsung, yang dapat digunakan sebagai upaya untuk mengungkap tindakan perang yang dilakukan oleh Israel.
Dhila mengkritik alasan keamanan dan kepentingan nasional Israel yang digunakan sebagai pembenaran untuk menghalangi bantuan Starlink dari Elon Musk.
Menurutnya, tindakan Israel melanggar hukum internasional dengan serangan mereka terhadap Gaza dan melanjutkan tindakan genosida terhadap warga sipil yang sebagian besar dihuni oleh anak-anak dan telah mengakibatkan ribuan kematian.
Menurut Dhila, tindakan Israel yang menghalangi bantuan internet Starlink hanya bertujuan untuk mencegah masyarakat internasional mendapatkan akses kebenaran berita di Gaza, dan mereka ingin menyembunyikan aksi genosida terhadap warga sipil Palestina dari dunia luar.
Dhila juga memprediksi bahwa Israel tidak akan diam jika Elon Musk terus menyediakan bantuan internet ke Gaza. Ia khawatir bahwa tindakan genosida terhadap rakyat Palestina akan semakin meluas, dan dunia internasional akan kesulitan untuk merespons karena kurangnya informasi yang tersedia tentang kondisi di Gaza. Sebaliknya, ini akan menjadi bumerang bagi rakyat Palestina.
Dhila menekankan bahwa meskipun Starlink dapat memberikan akses internet, hal ini tidak akan memiliki dampak signifikan pada proses perdamaian di antara Palestina dan Israel, yang memiliki konflik yang sangat kompleks dan sulit dipecahkan. Ia menyatakan bahwa upaya paling realistis untuk mencapai perdamaian adalah melalui proses negosiasi dan diplomasi, dengan salah satu solusi potensial adalah solusi dua negara.
Lebih lanjut, Dhila menjelaskan bahwa jaringan internet yang akan disediakan oleh Starlink hanya akan tersedia untuk organisasi kemanusiaan yang telah terafiliasi, sehingga tidak akan mempengaruhi dinamika konflik di Timur Tengah secara signifikan.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa jika layanan ini disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, hal ini dapat menimbulkan risiko seperti penyebaran informasi salah dan disinformasi, kejahatan siber, serangan terhadap infrastruktur kritis, bahkan ancaman siber-terorisme, yang semuanya dapat memperumit konflik yang sudah ada di Timur Tengah. (ipl/hdl)