Jakarta (pilar.id) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, pemerintah telah memutuskan kebijakan pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng untuk memastikan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri.
“Dalam rapat tersebut, telah saya putuskan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng, mulai Kamis, 28 April 2022 sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian,” ujar presiden dalam keterangan pers secara virtual, Jumat (22/4/2022).
Kepala Negara memastikan bahwa pemerintah akan terus mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan ini untuk menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau di Tanah Air.
“Saya akan terus memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan ini agar ketersediaan minyak goreng di dalam negeri melimpah dengan harga terjangkau,” tandasnya.
Sebelumnya, akibat tingginya harga minyak goreng, pada awal April 2022 pemerintah memutuskan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng kepada masyarakat.
“Bantuan itu akan diberikan kepada 20,5 juta keluarga yang termasuk dalam daftar Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH), serta 2,5 juta PKL yang berjualan makanan gorengan,” ujar Jokowi.
Bantuan diberikan sebesar Rp100.000 setiap bulannya. Pemerintah memberikan bantuan tersebut untuk tiga bulan sekaligus, yaitu April, Mei, dan Juni, yang akan dibayarkan di muka pada April 2022 sebesar Rp300.000.
Menanggapi kebijakan tersebut, Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Tofan Mahdi mengatakan, sebagai pelaku usaha perkelapasawitan, mendukung setiap kebijakan pemerintah terkait sektor kelapa sawit. Dia menghormati dan akan melaksanakan kebijakan seperti yang disampaikan oleh Presiden Jokowi.
“Kami akan memonitor perkembangan di lapangan setelah berlakunya kebijakan tersebut,” kata Tofan.
Dia mengajak seluruh pemangku kepentingan dalam mata rantai industri sawit untuk memantau dampak kebijakan tersebut terhadap sektor keberlanjutan usaha sektor kelapa sawit.
“Jika kebijakan ini membawa dampak negatif kepada keberlanjutan usaha sektor kelapa sawit, kami akan memohon kepada pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan tersebut,” tegasnya. (her/fat)