Jakarta (pilar.id) – Penggunaan kemasan plastik Bisphenol A (BPA), secara regulasi, masih diperbolehkan di Indonesia. Padahal, di negara maju sudah melarang penggunaan plastik mengandung BPA karena bisa memicu gangguan jantung, ginjal, kanker, gangguan hormon pada laki-laki dan perempuan, hingga gangguan mental pada anak.
Alih-alih tetap menggunakan kemasan mengandung BPA, ahli teknologi polimer Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI), Mochamad Chalid mengatakan, Indonesia seharusnya sudah menerapkan regulasi penggunaan plastik berbahan Polyethylene Terephthalate (PET) pada air minum dalam kemasan (AMDK).
“Penggunaan PET, yang dikenal relatif aman dan digunakan di seluruh dunia. Sebagai contoh, bahkan Jepang sudah beralih 100 persen ke plastik PET untuk kebutuhan kemasan di negeri itu. Tapi, kenapa di Indonesia masih ada informasi keliru tentang galon PET?” kata Chalid dalam keterangan persnya, Rabu (10/8/2022).
Alih-alih melihat PET sebagai alternatif yang lebih aman dibanding galon BPA, isu yang digulirkan kemudian justru beralih ke galon plastik PET sekali pakai justru relatif aman untuk kesehatan manusia.
Menurut dia, galon BPA selain sulit didaur ulang, juga sangat rentan terhadap gesekan dan sinar matahari dalam proses distribusinya dari pabrik hingga ke tangan konsumen, yang sangat berpotensi melepaskan senyawa BPA hingga menyebabkan air di dalam kemasan terkontaminasi.
“Tipe masyarakat di Indonesia itu cenderung bersumbu pendek, yang langsung menggunakan informasi yang diterima tanpa pikir panjang. Informasi dari YouTube atau media sosial lainnya misalnya, bisa langsung dipercaya sebagai kebenaran. Di sisi lain, ada juga budaya paternalistik dengan kecenderungan lebih percaya kepada informasi dari orang atau institusi yang lebih berpengaruh. Lalu, ada pula peran pihak-pihak tertentu yang punya kepentingan,” tegasnya.
Ia mengungkapkan alasan mengapa warga di negara maju lebih mudah memilih plastik PET untuk kemasan makan dan minuman yang paling dominan di negeri mereka. Ada banyak pertimbangan, utamanya tentu pertimbangan teknologi. Tetapi, di samping itu, masyarakat di sana sudah terdidik dari awal, sehingga mereka sejak awal sudah sangat memahami kebijakan untuk memilih plastik PET.
Amannya plastik PET bisa dilihat dari penggunaannya dalam skala masif di seluruh dunia. Termasuk oleh market leader pasar AMDK di Indonesia. Belum ada satupun negara di dunia ini yang melarang penggunaan plastik PET untuk kemasan air minum.
Lebih jauh, Chalid mengatakan, sejauh riset yang ada sudah bisa dikonfirmasi bahwa, tidak ditemukan pelepasan senyawa antimon berbahaya dalam kemasan plastik PET.
“Di sisi lain, juga belum ditemukan adanya indikasi munculnya endokrin disruptor (senyawa yang bisa mengganggu sistem hormon tubuh, seperti yang terkandung dalam plastik BPA) dalam penggunaan plastik PET,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan, regulasi pelabelan ini semata untuk perlindungan kesehatan masyarakat. Ia menjelaskan, regulasi pelabelan tersebut mengacu pada hasil kajian dan riset mutakhir di berbagai negara terkait risiko paparan BPA pada kesehatan publik.
“Semua kajian lebih kepada risiko yang sangat tinggi terhadap kesehatan akibat dari BPA,” kata Penny.
Menurutnya, kehadiran pelabelan tersebut bisa memotivasi pelaku industri untuk berinovasi dalam menghadirkan kemasan air minum yang aman bagi masyarakat. “Dari sisi konsumen, pelabelan risiko BPA adalah hak masyarakat untuk teredukasi dan memilih apa yang aman untuk dikonsumsi,” tuturnya. (her/hdl)