Surabaya (pilar.id) – Baru-baru ini, muncul kabar mengenai rencana pemerintah untuk menambahkan status ASN (Aparatur Sipil Negara) baru, yaitu PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) part time.
Kebijakan ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk merevisi UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Salah satu tujuan penerapan kebijakan ini adalah untuk mengurangi anggaran pemerintah dalam belanja pegawai.
Prof. Rossanto Dwi Handoyo, Dosen Ilmu Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga memberikan tanggapannya mengenai kebijakan ini.
Menurut Prof. Rossanto, peningkatan pengangkatan tenaga honorer di instansi pemerintahan dapat menyebabkan lonjakan jumlah tenaga honorer secara berkelanjutan. Saat ini, jumlah tenaga honorer mencapai 2,3 juta orang, dan hal ini dapat membebani anggaran negara untuk memenuhi gaji mereka.
“Di beberapa daerah, anggaran untuk membiayai gaji pegawai, termasuk tenaga honorer, cukup tinggi. Sehingga kadang kapasitas fiskal di beberapa daerah habis digunakan untuk biaya operasional seperti pembayaran gaji pegawai, bukan untuk pembiayaan yang bersifat investasi,” jelasnya.
Prof. Rossanto menjelaskan bahwa PPPK part time merupakan mekanisme pemerintah untuk menampung tenaga honorer yang akan dihapuskan pada 28 November 2023 mendatang. Dengan mekanisme ini, diharapkan tidak akan ada pengurangan signifikan pada anggaran belanja pegawai.
“Sebetulnya, dari sisi anggaran, hal ini tidak ada bedanya. Jadi ini hanya uang yang masuk ke kantong kiri dan keluar dari kantong kanan. Dari sisi anggaran, jumlahnya tetap sama karena tidak ada pengurangan tenaga honorer, hanya saja tenaga honorer dimasukkan ke dalam klasifikasi PPPK paruh waktu,” jelasnya.
Lebih lanjut, Prof. Rossanto menambahkan bahwa PPPK part time bukanlah cara untuk menghemat anggaran. Jumlah anggaran akan tetap sama karena anggaran untuk honorer ini akan dialihkan ke PPPK part time.
“Jumlahnya tetap sama dari sisi anggaran, karena posisinya sama saja. Hanya saja setelah ini tidak diperkenankan lagi pengangkatan tenaga honorer, sehingga biaya yang sebelumnya digunakan untuk pengangkatan tenaga honorer otomatis tidak akan ada lagi,” tambahnya.
Jika kebijakan PPPK part time diterapkan, maka proses perekrutannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing instansi. PPPK part time berfungsi untuk mengisi bidang pekerjaan yang belum dapat dikerjakan oleh PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK penuh waktu, karena memiliki tanggung jawab dan hak yang berbeda.
“Perlu dilakukan analisis kebutuhan kerja dari instansi tersebut. Jika memang diperlukan PPPK part time, instansi dapat mengusulkan jumlah yang dibutuhkan. Semua keputusan harus berdasarkan analisis kualitatif dan kuantitatif mengenai kebutuhan kerja,” jelasnya.
“Jika ada pekerjaan yang tidak dapat ditangani oleh PNS atau PPPK penuh waktu, maka instansi dapat merekrut PPPK part time. Namun, instansi tidak bisa merekrut PPPK part time secara sembarangan,” tambahnya. (usm/hdl)