Jakarta (pilar.id) – Bisnis penerbangan nasional menjadi salah satu lini yang merasakan dampak besar dari munculnya pandemi. Salah satu yang sudah menjadi korban adalah Maskapai Garuda Indonesia.
Kondisi yang menimpa Garuda adalah gambaran dari sulitnya bisnis penerbangan nasional yang terus mengalami kesulitan finansial. Menanggapi krisis ini, Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah VI Padang Agoes Soebagio menaawarkan konsep bisnis BIGS untuk bisa dijadikan alternatif.
BIGS merupakan singkatan dari business (iklim bisnis), inovative (inovasi), growth (pertumbuhan), sustainability (berkelanjutan). Konsep ini, menurut Agoes bisa dilaksanakan secara bertahap untuk membantu meningkatkan bisnis penerbangan nasional.
“Dari iklim bisnis yang baik dapat dilakukan inovasi kebijakan dari regulator dan inovasi manajerial dari maskapai melalui strategi bisnis sehingga tetap bertahan di situasi dan kondisi yang terjadi seperti masa pandemi,” kata Agoes dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (2/2/2022).
Hal itu disampaikan saat Universitas Trisakti, Jakarta pada 2 Februari 2022 melakukan sidang terbuka program Doktoral Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Bisnis dengan promovendus Agoes Soebagio dan dilaksanakan secara daring (online) dengan media zoom. Agoes Soebagio dinyatakan lulus sebagai Doktor dengan predikat cumlaude dan merupakan doktor ke 560 dari FEB Universitas Trisakti.
Agoes melakukan penelitian disertasi dengan judul: “Kebijakan Bisnis Maskapai Penerbangan Berjadwal Nasional: Menjaga Keseimbangan Aspek Keselamatan Dan Komersial Penerbangan.”
Menurutnya, iklim bisnis yang baik dan inovasi tanpa henti akan menimbulkan pertumbuhan (growth) baik dari sisi penawaran (supply) dari operator dan permintaan (demand) dari masyarakat. Pada akhirnya akan membuat operasional penerbangan lancar, berkelanjutan (sustainability) dan dapat dinikmati semua pihak baik itu regulator, operator maupun masyarakat.
Kesimpulan dari penelitian disertasi tersebut di antaranya adalah bahwa penerbangan nasional memerlukan kebijakan bisnis yang bersifat dinamis dan dapat direlaksasi dengan situasi dan kondisi yang terjadi di masyarakat, seperti misalnya saat terjadi pandemi seperti saat ini.
Beberapa kebijakan yang dapat direlaksasi misalnya kebijakan tarif yang dikaitkan dengan penyederhanaan jenis layanan maskapai dari tiga layanan yaitu full service, medium dan no frill menjadi hanya dua yaitu full service dan no frill. Medium service dapat dilayani oleh full service yg menurunkan layanan atau no frill yang menambah layanan. Dengan kebijakan tersebut, dapat dihindari terjadinya perang tarif.
Selain itu juga diperlukan kebijakan untuk mengetahui tingkat kesehatan finansial maskapai penerbangan dengan indikator-indikator yang dibuat oleh regulator sehingga dapat dilakukan deteksi dini untuk menyehatkan finansial maskapai penerbangan tersebut dan memberikan layanan yang lebih baik pada masyarakat.
Di sisi lain, persepsi keselamatan penerbangan dari penumpang pesawat Indonesia masih rendah. Penumpang menganggap bahwa keselamatan penerbangan adalah tanggung jawab maskapai dan pemerintah sehingga merasa tidak perlu mengetahui keselamatan penerbangan lebih jauh dan penumpang masih menjadikan harga tiket sebagai faktor penentu dalam memilih maskapai dibanding faktor keselamatan dan layanan.
Untuk itu diperlukan komunikasi publik yang intensif, fokus dan kolaboratif antara regulator dan operator agar implementasi kebijakan publik bisnis penerbangan dapat terealisasi dengan baik dan tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. Dan juga agar masyarakat semakin menyadari pentingnya keselamatan dan layanan dari maskapai penerbangan. (lin/antara)