Surabaya (pilar.id) – Isu pemanasan global dan krisis iklim semakin mengkhawatirkan, dan para ahli menyatakan bahwa instrumen hukum dapat menjadi solusi yang efektif dalam mengatasi tantangan ini.
Isu pemanasan global dan krisis iklim diperkirakan dapat menjadi ancaman global yang bahkan lebih serius daripada berbagai peristiwa yang telah terjadi sebelumnya, seperti pengeboman. Bahkan, pada bulan Juli yang lalu, suhu bumi mencapai puncak tertinggi dalam sejarah peradaban manusia.
Prof. Dr. Suparto Wijoyo, SH, MHum, seorang pakar hukum dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair), mengungkapkan pandangan ini dalam orasi ilmiahnya yang disampaikan di Aula Garuda Mukti, Kampus MERR-C Unair beberapa waktu lalu.
Pada kesempatan tersebut, Prof. Suparto secara resmi dianugerahi gelar guru besar dalam Bidang Ilmu Hukum Lingkungan Administrasi.
Ia menyatakan, “Berbagai upaya, seperti pengurangan emisi karbon dan peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan, serta langkah-langkah untuk mengurangi gas rumah kaca, hanyalah sebagian kecil dari solusi yang diperlukan. Masalah ini memerlukan instrumen hukum. Hukum adalah kunci untuk mengatasi krisis iklim.”
Untuk menyelamatkan isu krisis iklim, Prof. Suparto mengusulkan pembentukan kerangka kebijakan berdasarkan ideologi Pohon Hayat, yang juga menjadi logo IKN Nusantara. Sebagaimana yang disebutkan oleh Presiden Jokowi, Pohon Hayat adalah simbol kehidupan yang menginspirasi masyarakat Indonesia untuk menciptakan kehidupan baru.
Ia juga menjelaskan, “Pohon adalah simbol asal muasal kehidupan. Pohon ini mencerminkan perjalanan hidup, dengan akarnya yang berperan sebagai bank air, batang-cabang-ranting sebagai simbol perkembangan, dan daunnya yang berfungsi sebagai penyedia sumber daya bagi makhluk hidup.”
Dalam konteks ini, Prof. Suparto menegaskan bahwa akar ideologis Pohon Hayat ini merujuk pada Pancasila. Oleh karena itu, siapapun yang tidak menjaga lingkungan akan bertentangan dengan norma ideologis, konstitusional, yuridis, ekologis, institusional, dan instrumental yang terkandung dalam Pohon Hayat.
Dia menambahkan, “Pohon Hayat ini menciptakan berbagai norma hukum. Dalam hal ini, pembentukan peraturan dalam kerangka Pohon Hayat harus memenuhi persyaratan ideologis, konstitusional, yuridis normatif, ekologis, institusional, dan instrumental.”
Prof. Suparto akhirnya mengajak masyarakat untuk peduli dan menghargai bumi kita. Baginya, kepedulian ini mencerminkan tanggung jawab kita sebagai manusia dalam menjaga alam semesta. “Kepedulian kita mencerminkan makna yang dalam, yaitu penghargaan terhadap alam sejajar dengan hak asasi alamnya,” pungkasnya. (hdl)