Jakarta (pilar.id) – Komisi Yudisial (KY) menilai, diperlukan pengamatan langsung terhadap implementasi dari peraturan protokol persidangan dan keamanan.
Hal itu diperlukan dalam kenyataan dalam rangka menguatkan jaminan keamanan bagi hakim dan semua pihak, terutama di lingkungan pengadilan.
Protokol persidangan dan keamanan di pengadilan sudah mulai diatur melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 dan Nomor 6 Tahun 2020.
“KY memiliki mandat untuk mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain bagi mereka yang melakukan Perbuatan Merendahkan Kehormatan Hakim (PMKH). Tugas ini diberikan oleh Pasal 22 ayat (1) huruf e UU Komisi Yudisial serta Peraturan KY Nomo 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim,” kata Anggota KY, Binziad Kadafi, Jumat (2/12/2022).
Dia mengaku, memang tugas ini konteksnya bersifat post factum atau setelah peristiwa terjadi. Namun, sesuai Pasal 20 ayat (2) UU Komisi Yudisial, KY juga memiliki tugas untuk mengupayakan kesejahteraan hakim, yang salah satu bentuknya adalah jaminan keamanan yang memadai.
“Tugas ini arahnya lebih kepada bersifat pencegahan. Jadi, KY sangat relevan untuk mendorong jaminan keamanan bagi hakim, baik dalam konteks pencegahan maupun penanganan,” kata dia.
Kadafi melanjutkan, salah satu temuan penting dari observasi ini adalah mayoritas pengadilan, sekitar 70 persen, sudah memenuhi standard protokol keamanan sesuai yang digariskan oleh Perma.
Namun, pada level implementasi, diperlukan pengaturan lanjutan untuk memperjelas penerapannya, termasuk menuangkannya pada level SOP berdasarkan tingkat kerawanan yang ada. Masalah pokok lainnya adalah terkait sumber daya manusia dan anggaran.
Untuk itu, KY mengajak Mahkamah Agung, DPR, dan Bappenas untuk hadir dalam pemaparan hasil observasi ini. Bagi Mahkamah Agung, saya kira kajian ini sangat relevan karena dengan sistem satu atap, pengelolaan sumber daya manusia dan anggaran berada di Mahkamah Agung.
Hal ini juga digariskan dalam Perma Nomor 5 dan Nomor 6. Peran KY adalah memberikan rekomendasi-rekomendasi berbasis bukti (evidence-based) untuk dipertimbangkan oleh Mahkamah Agung serta Pemerintah dan DPR.
Dia menegaskan, perlindungan bagi hakim adalah hal yang mutlak, karena ini bagian dari menjaga kemandirian hakim agar hakim bebas dan aman ketika memutus perkara. Namun, KY berpandangan bahwa perlindungan keamanan bagi hakim juga perlu diimbangi dengan pengawasan (judicial control) dan partisipasi serta aksesibilitas publik terhadap peradilan.
“Artinya, kepercayaan terhadap kualitas peradilan berdampak secara garis lurus terhadap keamanan di pengadilan,” ujar Kadafi. (her/din)