Jakarta (pilar.id) – Akibat terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di Indonesia, Presiden Joko Widodo akhirnya mengeluarkan keputusan tegas. Pemerintah Indonesia melarang ekspor minyak sawit mentah dan minyak goreng ke luar negeri.
Keputusan ini juga diperkuat dengan penetapan tersangka mafia minyak goreng oleh Kejaksaan Agung. Sehingga, mulai 28 April mendatang, Indonesia tidak akan melakukan ekspor minyak sawit mentah dan minyak goreng hingga batas waktu yang ditentukan kemudian.
Kebijakan ini sontak membuat beberapa negara kelimpungan. Termasuk Malaysia. Sebab, selama ini Indonesia adalah produsen sekaligus penyuplai minyak nabati terbesar di dunia hingga mencapai 50 persen.
Minyak sawit selama ini telah dijadikan sebagai bahan baku dari pembuatan berbagai macam produk mulai sabun, sampo, sampai bahan makanan seperti minyak goreng dan mentega. Di samping itu, minyak nabati dari sawit juga digunakan sebagi bahan campuran biofuel untuk Bahan Bakar Minyak kendaraan bermotor.
Sehingga, kebijakan larangan ekspor Indonesia ini berpotensi memperparah kondisi krisis minyak nabati yang sedang terjadi secara global hari ini. Sebelumnya, pasokan minyak nabati sudah lebih dahulu terhambat akibat cuaca buruk.
Kondisi yang membuat harga minyak nabati mentah menjadi naik signifikan. Ketersediaan minyak fosil di sisi lain juga tidak sedang baik-baik saja. Perang yang dimulai Rusia ke Ukraina membuat harga minyak fosil meninggat drastis.
Pemerintah Malaysia melalui Dewan Minyak Sawit Malaysia pun meminta agar negara-negara di dunia mulai mempertimbangkan kembali penggunaan minyak nabati mereka.
Penggunaan minyak nabati untuk kebutuhan bahan bakar harus dihentikan atau setidaknya dikurangi. Hal ini untuk menjaga pasokan bahan baku minyak nabati yang digunakan dalam pembuatan makanan.
“Negara pengekspor dan negara pengimpor harus memiliki prioritas yang tepat. Inilah saatnya untuk sementara mempertimbangkan kembali prioritas pangan versus bahan bakar,” kata direktur jenderal Dewan Minyak Sawit Malaysia, Ahmad Parveez Ghulam Kadir, Senin (25/4/2022) seperti dikutip dari asiaone.
Terbitnya larangan ekspor minyak nabati ini sebenarnya juga memberikan peluang besar bagi Malaysia. Sebab, negara-negara yang sebelulumnya membeli minyak nabati dari Indonesia bisa beralih ke Malaysia.
Namun, Malaysia sadar bahwa mereka tidak mungkin bisa memenuhi semua kebutuhan tersebut karena kemampuan produksi yang masih terbatas. Sebabnya, selain lahan sawit yang terbatas, Malaysia juga kekurangan tenaga kerja untuk bisa meningkatkan produksi.
Malaysia, menurut Ahmad Parveez juga masih kesulitan untuk bisa memenuhi kebutuhan global tanpa mengabaikan kebutuhan masyarakat di negara mereka sendiri.
Potensi beralihnya para konsumen minyak nabati dari Indonesia ke Malaysia juga diamini oleh Kepala Eksekutif Asosiasi Minyak Sawit Malaysia (MPOA), Nageeb Wahab. Namun, masalah tenaga kerja kembali menjadi kendala utama.
“Kenyataannya adalah, kami dapat meningkatkan produksi kami, tetapi ini masih belum cukup untuk memenuhi permintaan dunia,” kata Nageeb Wahab. (fat)