Surabaya (pilar.id) – Kabar legalisasi ganja untuk kebutuhan medis masih menjadi pembahasan hangat. Menurut Dr Prawitra Thalib SH MH, ahli hukum Islam Universitas Airlangga, ada lima sebab diturunkannya suatu syariat dalam Islam.
Suatu hukum Islam ada untuk memelihara lima aspek yang disebut maqashid syari’at tersebut. “Pemeliharaan agama, pemeliharaan nyawa, pemeliharaan akal, pemeliharaan keturunan, dan pemeliharaan harta,” jelasnya, Senin (4/7/2022).
Apabila ditujukan untuk memelihara nyawa, Prawitra berpendapat bahwa penggunaan ganja diperbolehkan. Di sisi lain, demi memelihara akal, penggunaan ganja untuk tujuan rekreasional diharamkan.
“Fatwa ganja medis ini baik. Untuk menegaskan batasan penggunaan ganja (hanya, red) untuk kepentingan memelihara nyawa,” terang dosen Fakultas Hukum Unair ini.
Fatwa legalisasi ganja juga seharusnya mampu mengakomodasi jangan sampai ada penyalahgunaan. Fatwa itu, menurutnya, juga berfungsi untuk mencegah adanya salah tafsir bahwa ganja dihalalkan sepenuhnya. “Kalau sehat wal afiat pakai ganja tetap tidak boleh,” ujar.
Prawitra juga berpendapat bahwa MUI harus mempertimbangkan aspek urgensi ganja medis jika ingin mengeluarkan fatwa mengenai legalitasnya.
“Yang dikedepankan itu hisbunnafs, pemeliharaan nyawa. Jika (ganja, red) tidak dipakai maka nyawa terancam, itu bisa (dibenarkan, red),” terang Prawitra. Menurutnya, penggunaan ganja harus ditujukan untuk pemeliharaan nyawa tanpa membahayakan pemeliharaan akal.
Akan tetapi, Prawitra juga menjelaskan bahwa fatwa MUI bersikap tidak mengikat. Ia berfungsi sama seperti pendapat hukum atau legal opinion yang dikeluarkan oleh seorang ahli hukum. “Pada prinsipnya pendapat hukum itu tidak mengikat,” tuturnya.
Untuk memiliki kekuatan hukum yang mengikat, legalisasi ganja medis harus ditetapkan dalam undang-undang. Sebelumnya, isu ini harus menjadi pembahasan dalam program legislasi nasional terlebih dahulu.
Konsekuensinya, pemerintah Indonesia harus mampu melakukan law enforcement terhadap undang-undang tersebut. Pertanyaannya sekarang adalah apakah Indonesia mampu mencegah penyalahgunaan ganja apabila nanti dilegalkan dalam undang-undang.
“Saya takutnya kalau tidak dikontrol dengan baik, ganja yang awal mulanya untuk keperluan medis disalahgunakan untuk kepentingan hepi-hepi,” khawatir Prawitra.
Untuk itu ia mengimbau agar law enforcement dijalankan dengan baik. Kalau instrumen penegakan hukum di Indonesia belum kuat dan law enforcement-nya belum maksimal, Prawitra yakin upaya legalisasi ganja medis sia-sia.
“Pertimbangkan Indonesia ready atau tidak. Jangan sampai niatnya maslahat tapi hasilnya mudharat. Utamakan kemaslahatan untuk menghilangkan kemudharatan. Insyaallah berkah,” pungkasnya. (feb/hdl)