Surabaya (pilar.id) – BMKG baru-baru ini memperingatkan potensi gempa megathrust di Indonesia setelah gempa 7,1 SR mengguncang Pulau Kyushu, Jepang. Peringatan ini memicu kekhawatiran, terutama karena megathrust dapat memicu tsunami besar.
Dr. Hijrah Saputra, pakar Manajemen dan Mitigasi Bencana Universitas Airlangga (Unair), menekankan pentingnya kesiapsiagaan tanpa panik. “Peringatan BMKG harus disertai penjelasan agar masyarakat lebih memahami risiko dan tindakan yang perlu diambil,” ujar Hijrah.
Gempa megathrust terjadi akibat pertemuan lempeng tektonik di zona subduksi, yang berpotensi besar di wilayah Indonesia. Hijrah menyebut beberapa zona, seperti Selat Sunda dan Mentawai Siberut, sebagai area berisiko tinggi karena memiliki seismic gap—wilayah dengan aktivitas seismik rendah yang dapat menyimpan energi besar untuk gempa dahsyat.
“Mengingat sejarah gempa besar seperti tsunami Aceh 2004 dan gempa Palu 2018, sudah saatnya kita belajar dari peristiwa tersebut dan meningkatkan kesiapsiagaan,” tambahnya.
Hijrah juga mengingatkan pentingnya persiapan, termasuk menyimpan perlengkapan darurat seperti makanan, air, dan obat-obatan. Hal ini esensial untuk bertahan setelah gempa besar.
Pemerintah diimbau untuk memperkuat mitigasi bencana melalui simulasi dan edukasi. “Kita harus siap sebelum bencana besar terjadi, bukan setelahnya,” tegas Hijrah. (hdl)