Bandung (pilar.id) – Pemanfaatan teknologi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence atau AI) memiliki potensi untuk memunculkan sejumlah isu penting. Isu-isu tersebut meliputi analisis yang salah dan berujung pada disinformasi berita, perlindungan hak cipta, serta pertimbangan terkait nilai kemanusiaan.
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria, mengumumkan bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan perlunya regulasi yang mengatur pemanfaatan teknologi AI agar dapat dimanfaatkan secara optimal.
“Dalam hal ini, pemerintah sedang memantau perkembangan penggunaan teknologi AI dan mengambil sikap positif terhadap kemajuannya. Namun, kami juga sangat memperhatikan aspek-aspek negatif yang mungkin timbul,” ungkapnya dalam acara Konferensi Digital Indonesia tentang Kecerdasan Buatan untuk Transformasi Industri, Tantangan Etika, Inovasi, Produktivitas, dan Daya Saing di Berbagai Sektor, di Bandung, pada Selasa (22/08/2023).
Menurut Wamen Nezar Patria, penelitian ini dilakukan melalui kolaborasi dengan sejumlah lembaga dan mitra kerja dari berbagai sektor.
“Khususnya dalam ekosistem ekonomi digital dan industri berbasis digital, serta melibatkan para pakar dalam bidang teknologi, sosial, budaya, dan lainnya. Kami berusaha untuk mengantisipasi melalui regulasi yang bertujuan meminimalkan dampak-dampak berbahaya atau merugikan dari penggunaan teknologi AI,” tegasnya.
Wamenkominfo menegaskan bahwa regulasi terkait AI tidak bertujuan untuk menghambat inovasi. Namun, sebagai langkah pencegahan terhadap risiko yang mungkin muncul. Pemerintah juga tengah berdiskusi dengan UNESCO mengenai penggunaan AI, terutama dalam aspek etika.
“Kami tidak ingin menghentikan perkembangan teknologi ini. Saya pikir masalah ini menjadi perhatian global dan pandangan tentang AI bervariasi, tetapi yang pasti, kita tidak bisa mundur. Kami menggunakan teknologi karena manfaatnya,” jelasnya.
Wamen Nezar Patria juga mengimbau industri media untuk meningkatkan kewaspadaan dalam memanfaatkan AI. Menurutnya, teknologi Kecerdasan Buatan dapat menyebabkan penyebaran informasi yang salah jika data yang digunakan tidak akurat dan tidak disiapkan dengan baik.
“Penggunaan AI juga berisiko melanggar hak cipta. Banyak data penulis, gambar, dan suara yang diambil oleh generative AI, sehingga bisa menghasilkan konten yang tidak sesuai dengan sumbernya. Hal ini melibatkan pelanggaran hak cipta dari karya yang diambil oleh AI. Ini adalah dampak negatif yang harus kita antisipasi ke depannya,” jelasnya.
Pada acara Konferensi Digital Indonesia (IDC) 2023 yang diselenggarakan oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), berbagai informasi dan strategi dibagikan untuk beradaptasi dengan era digital, melawan misinformasi, serta memperkuat peran media dalam membawa perubahan positif. Acara tersebut dihadiri oleh Ketua AMSI, Wenseslaus Manggut, Direktur Misi USAID, Jeffrey P. Cohen, dan Direktur Utama PLN Icon Plus, Ari Rahmat Indra Cahyadi. (hdl)