Nusa Dua (pilar.id) – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memastikan bahwa Starlink, produk internet satelit dari SpaceX, tidak akan mendapatkan insentif atau subsidi dari pemerintah, termasuk insentif perpajakan.
“Tidak ada subsidi. Kita masih dalam negosiasi mengenai kewajiban Starlink, belum sampai ke subsidi,” tegas Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, di Media Center World Water Forum ke-10 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) 2, Badung, Provinsi Bali, pada Minggu (19/5/2024).
Budi Arie menekankan bahwa pemerintah tidak akan mengistimewakan operator telekomunikasi asal Amerika Serikat tersebut. Pemerintah ingin menjaga persaingan yang adil (fair level playing field) bagi semua operator seluler, baik perusahaan lokal maupun asing yang beroperasi di Indonesia.
“Kita tidak mau memberikan keistimewaan karena kita juga ada beberapa isu yang harus terus kita upayakan untuk dipenuhi oleh Starlink,” jelasnya.
Isu yang terus dikawal oleh Kementerian Kominfo termasuk mendesak Starlink untuk membangun Network Operation Center (NOC) di Indonesia, membangun Customer Service, dan mengatur perpajakannya seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).
“Jangan sampai mereka memberikan layanan tanpa membayar PPN dan PPh sementara operator seluler lainnya memiliki kewajiban untuk membayar pajak tersebut,” tambah Budi Arie.
Menkominfo menjelaskan bahwa pembangunan NOC Starlink di Indonesia sangat penting agar pemerintah dapat mengawasi operasional perusahaan milik Elon Musk tersebut dan memastikan mereka tidak melanggar hukum di Indonesia. Pembuatan Customer Center juga dianggap penting untuk melindungi hak-hak warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi konsumen Starlink.
“Kita sedang mendiskusikan itu, misalnya mereka jualan langsung, kalau ada komplain bagaimana? Pajaknya bagaimana? Pengoperasiannya bagaimana? Saya tidak mau mereka beroperasi tanpa tanggung jawab, itu berbahaya,” ungkap Budi Arie.
Menkominfo juga menambahkan bahwa pada tahap awal operasinya, Starlink akan difokuskan pada sektor pendidikan dan kesehatan, khususnya di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Teknologi internet satelit yang dimiliki Starlink dianggap cocok untuk daerah yang tidak terjangkau internet kabel atau fiber optik karena hambatan geografis.
“Sementara kita arahkan ke sektor pendidikan dan kesehatan karena banyak puskesmas dan sekolah kita yang belum punya akses internet. Sedangkan Indonesia adalah negara kepulauan dengan tantangan geografis yang signifikan,” tandas Menkominfo.
Dengan demikian, meski Starlink memiliki potensi besar untuk membantu konektivitas di Indonesia, pemerintah tetap akan mengawasi dengan ketat dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. (mad/hdl)