Jakarta (pilar.id) – Produksi minyak dan gas bumi domestik PT Pertamina Hulu Energi (PHE), yang merupakan bagian dari Subholding Upstream Pertamina, mengalami peningkatan signifikan selama beberapa tahun terakhir.
Dalam tiga tahun terakhir, mulai dari tahun 2020 hingga tahun 2023, produksi migas domestik meningkat sebesar 1,45 persen. Peningkatan ini merupakan hasil dari berbagai strategi, termasuk optimalisasi produksi dalam pengelolaan wilayah kerja yang dioperasikan sendiri maupun dalam kerjasama dengan mitra, serta kegiatan akuisisi.
Hingga Agustus 2023, PHE mencatat total produksi YTD (year to date) sebesar 1,04 juta barel minyak ekuivalen per hari (MMBOEPD), yang terdiri dari 570 ribu barel minyak per hari (MBOPD) dan 2.760 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD). Capaian ini diperoleh melalui pengeboran 502 sumur pengembangan, 511 work over (kerja ulang pindah lapisan), dan 21.764 well service well intervention (reparasi dan intervensi sumur).
Awang Lazuardi, Direktur Pengembangan dan Produksi PHE, menjelaskan bahwa pencapaian ini tidak datang dengan mudah mengingat tantangan dalam industri hulu migas saat ini. Salah satu tantangannya adalah lapangan yang sudah mature di sebagian besar wilayah, sehingga diperlukan strategi yang tepat dalam pengelolaannya.
“PHE menerapkan tiga strategi utama, yaitu mengelola baseline produksi, meningkatkan production growth melalui rencana kerja dan merger & acquisition, serta meningkatkan reserve & resource growth dengan tetap memperhatikan aspek Environment, Social, Governance (ESG),” kata Awang.
Awang juga menjelaskan bahwa salah satu strategi fundamental yang telah diterapkan adalah kemitraan, yang diimplementasikan melalui berbagai mekanisme.
Mekanisme pertama adalah sharing Participating Interest (PI) di suatu wilayah kerja migas dengan mitra strategis dari segi finansial dan teknologi. Contohnya adalah Wilayah Kerja Offshore Southeast Sumatera (OSES), di mana 10 persen PI dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan pengelolaan Blok Cepu bersama Exxon Mobil Cepu Ltd. (EMCL) serta Ampolex Pte Ltd.
Mekanisme kedua adalah Kerja Sama Operasi (KSO), yang saat ini dikenal dengan sebutan New KSO. Hingga saat ini, ada 25 KSO, di mana 3 KSO telah dikonversi menjadi New KSO dan 14 KSO eksisting sedang dalam proses konversi menjadi New KSO. KSO telah berkontribusi pada produksi sebesar 2.422 barel minyak per hari (BOPD) dan 9,58 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD) per Agustus 2023.
Mekanisme ketiga adalah Joint Operating Body (JOB), yang saat ini mengelola dua JOB, yaitu JOB Simenggaris dan JOB Medco-Tomori.
Selain itu, PHE juga mengelola sumur tua sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No 01 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua. PHE juga mengimplementasikan pengelolaan sumur idle melalui kemitraan (kerjasama bisnis) di Pertamina EP dan Pertamina Hulu Rokan.
Strategi kemitraan ini memberikan dampak positif berupa transfer teknologi, pengetahuan, dan pembagian risiko dengan mitra, yang mendorong pengelolaan wilayah kerja hulu migas dengan lebih baik. “Dengan menerapkan strategi kemitraan, kami berharap dapat terus meningkatkan produksi dan menemukan sumber daya baru untuk mendukung ketahanan energi nasional,” tambah Awang.
PHE berkomitmen untuk terus berinvestasi dalam pengelolaan operasi dan bisnis hulu migas sesuai dengan prinsip ESG, guna mencapai target Pemerintah untuk mencapai produksi minyak 1 juta BOPD dan produksi gas 12 BCFD pada tahun 2030.
PHE juga telah terdaftar dalam United Nations Global Compact (“UNGC”) sebagai partisipan/member sejak Juni 2022, dan berkomitmen pada Sepuluh Prinsip Universal atau Ten Principles dari UNGC dalam strategi dan operasionalnya, sebagai bagian dari penerapan aspek ESG.
PHE akan terus mengembangkan pengelolaan operasi yang profesional di dalam dan luar negeri untuk menjadi perusahaan minyak dan gas bumi kelas dunia yang ramah lingkungan, bertanggung jawab secara sosial, dan memiliki tata kelola yang baik. (rio/ted)