Jakarta (pilar.id) – Pertamina melalui PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai Subholding Upstream yang mengelola industri hulu migas sigap dalam melakukan upaya decommissioning dan pemanfaatan kembali anjungan lepas pantai nonaktif.
Hal ini sejalan dengan penerapan komitmen perusahaan terhadap aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG) yang mengukur tingkat keberlanjutan, dampak sosial dan lingkungan dari investasi sebuah perusahaan.
Direktur Pengembangan dan Produksi Subholding Upstream Pertamina, Taufik Aditiyawarman menyampaikan kerjasama yang dijalin PHE dalam memaksimalkan kinerja sekaligus mengimplementasikan aspek ESG dalam kajian penonaktifan anjungan lepas pantai.
‘’PHE telah bekerjasama sama dengan Korea Maritime & Ocean University serta Pusat Riset Kelautan (Pusrikel) Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai upaya dalam menjawab tantangan dalam pengelolaan akhir fase eksplorasi dan produksi, dimana anjungan lepas pantai di Indonesia mayoritas berada di wilayah kerja di Subholding Upstream Pertamina,’’ jelas Taufik.
Salah satu bentuk kerjasama yang saat ini berjalan dan sesuai dengan aspek ESG adalah analisa dampak lingkungan dan sosial dari penonaktifan anjungan lepas pantai serta pemanfaataanya kembali.
Sebelas anjungan lepas pantai di wilayah kerja PHE OSES misalnya. Anjungan lepas pantai yang saat ini tidak aktif sedang dalam kajian perencanaan awal untuk dilakukan penonaktifan dan pemanfaatan kembali.
Hal yang sama sebelumnya dilakukan pada beberapa anjungan lepas pantai non aktif di wilayah kerja PHE ONWJ dan PHKT. Anjungan lepas pantai tersebut termasuk dalam 100 anjungan lepas pantai yang direncanakan SKK Migas untuk dilakukan decommissioning/penonaktifan kedepannya.
‘’Dengan terjalinnya kerjasama ini, harapannya dapat menjadikan teknologi transfer dari Korea yang dapat lebih lanjut meningkatkan kapabilitas lokal dalam bidang decommissioning dan pemanfaatan kembali anjungan lepas pantai, serta dapat membawa nilai tambah bagi masyarakat dan negara dalam kaitannya terhadap pemanfaatan untuk dijadikan sebagai objek pariwisata seperti halnya contoh di Timur Tengah, pemanfaatan untuk budidaya perikanan dan lain sebagainya,’’ tambah Taufik.
Penandatangan kerjasama telah dilakukan pada 18 Februari lalu di Jakarta dengan menerapkan protokol kesehatan yang dihadiri oleh perwakilan dari masing-masing pihak dari Korea Maritime & Ocean University, Pusat Riset Kelautan (Pusrikel) Kementerian Kelautan dan Perikanan, PT Pertamina (Persero) dan PT Pertamina Hulu Energi.
Dengan adanya kolaborasi kerjasama ini diharapkan dapat menjadikan kegiatan paska operasi khususnya pada anjungan lepas pantai dapat dilakukan secara efektif dengan mempertimbangkan berbagai opsi dan biaya yang paling efisien yang juga mendukung implementasi komitmen aspek keberlanjutan yang meliputi sosial, lingkungan dan tata kelola di Perusahaan. (ptr/hdl)