Jakarta (www.pilar.id) – Jika berkunjung ke RW 14 Kelurahan Cisaranten Kidul, Kota Bandung, terdapat sebuah kebun hidroponik di tengah perumahan penduduk yang dipenuhi puluhan barisan talang berisi tanaman sayuran pakcoy segar yang siap panen.
Setiap hari, terlihat perempuan-perempuan paruh baya yang telihat sibuk bekerja di dekat pipa dan talang yang merupakan media tanam tempat sayuran itu tumbuh. Ada yang terlihat asik memanen, dan ada yang bertugas menanam kembali bibit pakcoy dengan teliti, sesekali memperhatikan dengan seksama debit air di masing-masing media tanam.
Itulah aktivitas sehari-hari para ibu-ibu PKK di Kelompok Kebun (Pokbun) Flamboyan, salah satu program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero), yang berlokasi di sekitar area operasi Fuel Terminal Bandung Group.
Pokbun tidak hanya sebatas menjual hasil kebun saja, namun para pengurus juga berkreasi mengolah pakcoy menjadi makanan dan cemilan olahan berbahan sayur yang bergizi, juga digemari anak-anak.
Kegiatan tersebut merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat berbasis lingkungan yang dikemas melalui aktivitas urban farming. Berbeda dengan pertanian konvensional, konsep bercocok tanam di wilayah urban atau perkotaan ini menjadi solusi bagi masyarakat dalam memproduksi bahan pangan seperti sayur dan buah, hingga tanaman hias estetik di lahan kota yang terbatas.
Melalui teknik yang variatif, konsep pertanian yang sedang naik daun ini dapat diterapkan di pekarangan rumah, balkon, atap, maupun memanfaatkan lahan tidur yang tidak produktif di sekitar pemukiman penduduk.
Pjs. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting mengatakan, membawa semangat penghijauan atau Go Green, kegiatan urban farming selain menghasilkan manfaat ekonomi secara langsung bagi masyarakat, juga dinilai dapat mendukung penciptaan ruang terbuka hijau dan meningkatkan kualitas kesehatan di lingkungan kota yang padat penduduk.
“Bekerjasama dengan masyarakat di sekitar area operasi seperti fuel maupun integrated terminal, program urban farming ini rata-rata mengoptimalkan lahan tidur eksisting yang tidak produktif kemudian disulap menjadi lahan hijau yang produktif,” kata Irto.
Program ini, lanjutnya, diharapkan dapat mendukung pemerintah dalam meningkatkan ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi ekologis sebagai paru-paru kota, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan hidup, serta dapat menginspirasi masyarakat sehingga dapat berdaya dan menghasilkan secara ekonomi lewat produksi pangan secara mandiri.
Ia menjelaskan, tidak hanya di Kota Bandung, Pertamina Patra Niaga secara aktif mengimplementasikan konsep urban farming bersama masyarakat melalui program-program berbasis lingkungan di sekitar area operasinya yang tersebar di seluruh Indonesia. Program-program unggulan ini, kerap kali dikunjungi oleh berbagai pihak, baik sebagai program percontohan maupun sebagai sarana edukatif bagi mahasiswa maupun pelajar.
Di Maluku, tepatnya di Kota Ambon, terdapat program CSR Kelompok Tani Wayame, yang berlokasi dekat dengan Fuel Terminal Wayame.
Melihat banyaknya lahan tidur yang belum dioptimalkan, kelompok tani ini mengembangkan pertanian ramah lingkungan berupa sayuran organik dan hidroponik yang aman untuk dikonsumsi. Kegiatan ini juga berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup, serta keterampilan anggota kelompok tani tersebut.
Kemudian di sekitar area operasi Integrated Terminal Surabaya, tepatnya di Kelurahan Jambangan, terdapat program CSR ‘Satu Padu’ atau Pusat Usaha Pertanian Terpadu. Satu Padu yang juga terdiri dari delapan orang ibu-ibu PKK, aktif mengelola pertanian terintegrasi dari tanaman organik, hidroponik, peternakan, dan perikanan, dan menyulap lahan tidur menjadi ruang terbuka hijau yang produktif.
Adapun hasil panen berupa terong, sawi, kangkung microgreen, dan tomat tersebut dijual kepada warga sekitar, untuk mewujudkan ketahanan pangan di lingkungan Kelurahan Jambangan.
Sedangkan di Ibukota, tepatnya Kelurahan Koja, Jakarta Utara yang berdekatan dengan Integrated Terminal Jakarta, terdapat 14 orang ibu rumah tangga yang tergabung dalam kelompok Bunda Koja.
Mengoptimalkan lahan berukuran 150 meter persegi di halaman kantor kelurahan, mereka aktif berbudidaya tanaman lidah buaya untuk diolah menjadi minuman segar aloe vera, serta produk hand sanitizer aloe vera yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di masa pandemi.
“Ke depan, program pemberdayaan masyarakat berbasis lingkungan terus kami dorong agar dapat terus berkembang dan berinovasi. Diharapkan semangat penghijauan atau Go Green yang sudah dikembangkan oleh masyarakat melalui program-program seperti urban farming ini, dapat menjadi contoh dan menginspirasi untuk generasi muda ke depan. Sehingga, diharapkan program tersebut dapat direplikasi di wilayah lainnya,” tutup Irto.
Dalam pasal 29 ayat 2 Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota. Ketersediaan ruang terbuka hijau berfungsi untuk meningkatkan kualitas udara yang lebih bersih, sekaligus meningkatkan nilai estetika kota. (ade)