Jakarta (pilar.id) – PT Mandiri Sekuritas memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan stabil pada angka 5,1 persen di tahun 2025. Pendorong utama pertumbuhan ini adalah peningkatan konsumsi rumah tangga, investasi langsung domestik maupun asing, serta siklus modal yang mulai bergulir kembali.
Meski menghadapi perlambatan ekonomi global, daya tahan ekonomi nasional tetap diharapkan kuat berkat penyangga domestik.
Menurut Rangga Cipta, Chief Economist Mandiri Sekuritas, pertumbuhan ini turut dipengaruhi inflasi yang diproyeksikan meningkat menjadi 2,6 persen pada 2025 dari 2,3 persen di tahun sebelumnya. Faktor utama kenaikan inflasi adalah peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen serta efek dasar inflasi inti yang rendah.
“Nilai tukar Rupiah diproyeksikan rata-rata berada di Rp15.700 per dolar AS pada 2025, dengan sedikit apresiasi dibandingkan 2024. Namun, penguatan ini terbatas karena pengaruh kebijakan fiskal dan perdagangan Amerika Serikat yang protektif,” jelas Rangga.
Pasar Saham: Tantangan dan Strategi di 2025
Pasar saham Indonesia diproyeksikan menghadapi tantangan besar akibat ketidakpastian global dan domestik. Adrian Joezer, Head of Equity Market Analyst and Strategy Mandiri Sekuritas, menyebutkan bahwa pelaku pasar akan menjalani The Waiting Game untuk menunggu kondisi yang lebih stabil.
“Kami memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di level 8.150 pada akhir 2025, dengan kisaran 8.590 hingga 7.140. Sektor yang diunggulkan meliputi konsumsi, pangan, properti, telekomunikasi, transportasi, dan ritel.
Sementara, pada kuartal kedua 2025, sektor perbankan, otomotif, dan ritel diproyeksikan memiliki kinerja lebih baik,” ujar Adrian. Ia juga menekankan pentingnya fokus sektoral bagi investor, mengingat volatilitas pasar masih tinggi.
Pasar Obligasi: Peluang di Tengah Risiko Global
Pasar obligasi Indonesia diperkirakan tetap menjanjikan dengan prospek positive return pada 2024 dan 2025. Handy Yunianto, Head of Fixed Income Analyst Mandiri Sekuritas, mengidentifikasi beberapa katalis positif untuk pasar obligasi.
“Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) masih terbuka, didukung inflasi yang relatif rendah dan ekspektasi turunnya suku bunga Fed. Selain itu, tekanan suplai Surat Berharga Negara (SBN) masih terkelola dengan baik melalui pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih dan investasi pemerintah,” jelas Handy.
Namun, risiko dari luar negeri, seperti hasil Pemilu Amerika Serikat dan eskalasi konflik geopolitik, tetap menjadi perhatian. Meski begitu, dominasi investor domestik, termasuk ritel, dalam pasar obligasi pemerintah semakin besar, menurunkan dampak dari fluktuasi imbal hasil obligasi AS (US Treasury).
Di tengah tantangan global, proyeksi ekonomi Indonesia 2025 menunjukkan optimisme yang dipimpin oleh konsumsi rumah tangga, investasi, dan pasar obligasi yang solid. Kendati demikian, investor diharapkan terus waspada terhadap dinamika global yang dapat memengaruhi stabilitas pasar domestik. (usm/hdl)