Jakarta (pilar.id) – Pengamat kebijakan publik Achmad Nur Hidayat menilai, pembatalan larangan eskpor minyak mentah atau crude palm oil (CPO) merupakan bukti salah asuh dapur kebijakan Presiden Joko Widodo. Alih-alih meralat sendiri, namun cukup dikoreksi oleh seorang bawahan presiden.
“Kasihan presiden, karena kebijakannya sudah diumumkan publik namun tidak matang dan diralat oleh anak buahnya sendiri,” kata Achmad, di Jakarta, Rabu (27/4/2022).
Tampaknya, lanjut Achmad, untuk memberikan statement larangan ekspor CPO ini dibatalkan akan membuat wajah pemerintah tidak punya pendirian. Tentu saja hal ini membuat presiden kehilangan wibawanya.
“Presiden perlu sadar di sekelilingnya ternyata bukan orang yang lihai dan pandai,” kata Achmad.
Pemerintah menyatakan pelarangan ekspor hanya diperuntukkan untuk produk Refined, Bleached, Deodorized (RBD) palm olein. Padahal, RBD palm olein hanya menyusun 5-8% dari total ekspor produk sawit atau 2,7 juta ton dari 33 juta ton per tahun total ekspor produk minyak sawit.
“Ini artinya sama saja dengan membatalkan larangan ekspor CPO, karena 91,8 persen produk CPO dibolehkan ekspor,” kata Achmad.
Menurut Achmad, kebijakan tersebut sangat ambigu dan didesain hanya untuk pencitraan bukan untuk menyelesaikan persoalan naiknya dan langkanya minyak goreng di pasar tradisional.
“Sebelumnya kasus larangan ekspor batubara juga dibatalkan. Dan untuk kasus larangan ekspor CPO ini sudah dibatalkan sebelum kebijakan ini diberlakukan per 28 April 2022 nanti,” kata Achmad.
Publik, lanjut Achmad, menilai kebijakan larangan ekspor CPO yang dimaksudkan untuk mengendalikan harga minyak goreng di dalam negeri adalah langkah yang tidak tepat, seperti mengobati sakit kepala dengan obat sakit perut. Kejadian ini membuat masyarakat bertanya-tanya bagaimana pemerintahan bekerja saat ini.
“Peristiwa ini semakin melegitimasi bahwa dapur pemerintah bermasalah, tidak mempunyai kompetensi untuk menangani persoalan krusial bangsa ini,” kata dia.
Achmad menegaskan, tertangkapnya mafia minyak goreng ataupun pelarangan ekpor CPO tidak akan membuat harga minyak goreng turun. Pemerintah harus memetakan solusi jangka panjang dalam menangani masalah minyak goreng ini.
Untuk mengendalikan harga minyak goreng ini solusinya hanya dua langkah. Pertama masukkan minyak goreng secara spesifik dalam daftar komoditi yang dikelola oleh Badan Pangan Nasional.
Langkah kedua, pemerintah dapat mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang secara khusus memproduksi minyak goreng secara masif minimal untuk bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan cara ini negara punya stok untuk bisa mengendalikan minyak goreng tanpa harus terseret-seret oleh harga yang dilepas kepada mekanisme pasar.
“Dan ini yang dimaksud negara hadir dalam kasus ini,” kata Achmad. (her/hdl)