Surabaya (pilar.id) – Aksi penolakan revisi UU TNI yang digelar pada Senin (24/3/2025) di Surabaya berujung pada penahanan puluhan massa aksi oleh kepolisian.
Berdasarkan data Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, sebanyak 18 orang ditahan di Polrestabes Surabaya, sementara 25 orang lainnya tertahan di Grahadi.
Tim LBH Surabaya telah berada di Polrestabes untuk memberikan pendampingan hukum dan memastikan keberadaan massa aksi yang ditahan.
Namun, hingga pukul 22.30 WIB, kepolisian belum memberikan izin pendampingan dengan alasan proses pemeriksaan masih berlangsung dan memerlukan surat kuasa.
Hak Pendampingan Hukum Harus Diberikan
Front Anti Militerisme menegaskan bahwa hak atas bantuan hukum adalah hak dasar yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan Pasal 114 KUHAP. Aturan tersebut mewajibkan penyidik untuk memberitahukan hak pendampingan hukum kepada setiap tersangka atau terdakwa.
Selain itu, kebebasan berpendapat dan berkumpul dijamin dalam Pasal 28E UUD 1945 serta Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Oleh karena itu, tindakan penahanan tanpa akses pendampingan hukum dianggap sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
Polisi Diminta Patuh pada Prosedur Hukum
Front Anti Militerisme juga menekankan bahwa aparat kepolisian, khususnya satuan Dalmas, memiliki kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia serta menjaga keamanan selama aksi berlangsung.
Tindakan kekerasan terhadap massa aksi tidak dibenarkan dan hanya akan memperburuk situasi. Kepolisian diharapkan patuh pada prosedur hukum serta menghindari tindakan represif yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Kami mengecam keras tindakan penahanan tanpa akses pendampingan hukum. Kami mendesak kepolisian segera memberikan hak bantuan hukum kepada massa aksi yang ditahan dan membebaskan mereka yang ditahan tanpa dasar hukum yang jelas,” tegas perwakilan Front Anti Militerisme.
Mereka juga mengingatkan bahwa proses hukum harus berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan tetap menghormati hak asasi manusia sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi. (hdl)