Surabaya (Pilar.id) – Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak mengatakan saat ini dari 969 puskesmas se-Jatim, 719 sudah memiliki ultrasonografi (USG).
“Artinya perlu mengusulkan USG dengan total 250 puskesmas yang dimiliki. Jumlah dokter terlatih kurang lebih 741 artinya 1 puskesmas 1, lebih afdol satu puskesmas 2, jadi ini akan kami tindaklanjuti pula,” kata Emil.
Lebih lanjut, terkait antrophometri, Mantan Bupati Trenggalek tersebut mengatakan bahwa dari total 47 ribu posyandu, belum sampai 40 persen yang memiliki antrophometri. Jika diusulkan jumlahnya 17.800 yang terdiri dari tiga kategori meliputi DAK Fisik sebanyak 18.589, APBN 10.551 dan APBD Kabupaten sebanyak 125.
“Kalau ini dipenuhi lengkap sudah untuk kami memiliki antrophometri,” ujarnya.
Dirinya juga menekankan kepada bupati/walikota di Jawa Timur untuk dapat mengoptimalkan bantuan dana operasional yang disediakan oleh BKKBN, termasuk bantuan fisik.
Anggaran biaya operasional tersebut mengcover 93 ribu pendamping -baik kader PKK maupun yang tidak. Selain itu, Pemprov terus menambah tenaga yang bisa memperkuat upaya penanganan stunting di Jawa Timur.
“Pemprov memiliki dan mensupport dengan matchfunding ini, sebanyak 3.213 perawat Ponkesdes dicover biaya gaji yang setengah dari pemprov dan setengah dari kabupaten. Sehingga 41 persen desa memiliki tambahan personil,” terangnya.
Emil menjabarkan kebutuhan kepemilikan alat ultrasonografi (USG) dan antrophometri dalam mendukung penanganan stunting saat agenda Roadshow Daring bersama Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy terkait Penanganan Stunting dan Kemiskinan Ekstrem di Jatim, Rabu, (1/3/2023).
Sebagai informasi, kasus stunting di Jatim berdasarkan Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2019 dan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021-2022 mengalami penurunan yang signifikan, yakni di 26,86 persen di tahun 2019 menjadi 19,2 persen di tahun 2022.
Emil menjelaskan bahwa saat ini Pemprov Jatim memiliki data signifikan berdasarkan by name by address. Tanpa bermaksud mempertanyakan SSGI itu sendiri, ia menilai ada potensi kemungkinan terjadi sampling yang lebih fokus pada area tertentu yang kemudian teramplifikasi hasilnya sehingga angka yang tersaji lebih tinggi.
Berdasarkan data Bulan Timbang, angka yang tersaji cukup signifikan. Pasalnya di tahun 2020 berhasil mencakup 1,3 juta balita (49 persen) dari sasaran total 2,8 juta balita. Tahun 2021 naik menjadi 1,4 juta balita (53 persen) dan kembali naik pada tahun 2022 menjadi 1,855 juta balita (66,92 persen).
“Berdasarkan data ini kami memperoleh total 137.900 atau 7,5 persen balita yang masuk kategori stunting berdasarkan coverage 1,855 juta balita atau 66,92 persen yang sudah diukur,” kata Emil.
“Terlepas dari metodologi SSGI, tapi tidak merubah strategi kita, kami meyakini bahwa pendekatan by name by address yang diamanahi Presiden menjadi yang paling penting,” pungkasnya. (din)