Jakarta (pilar.id) – Mahkamah Konstitusi telah menolak permohonan para pemohon dalam sidang gugatan terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Keputusan ini berarti sistem pemilu proporsional terbuka tetap akan berlaku.
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, mengumumkan putusan tersebut di gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat, pada hari Kamis. Dalam sidang perkara dengan nomor 114/PUU-XX/2022, Hakim Konstitusi Saldi Isra menyatakan bahwa para pemohon berargumen bahwa sistem pemilihan umum dengan daftar terbuka telah mengubah peran partai politik.
Saldi Isra menjelaskan bahwa pemohon berpendapat bahwa partai politik telah kehilangan peran sentralnya dalam kehidupan berdemokrasi sejak Pemilihan Umum 2009 hingga 2019. Namun, Mahkamah menyatakan bahwa argumen tersebut terlalu berlebihan, mengingat partai politik masih memainkan peran sentral dan memiliki otoritas penuh dalam proses seleksi dan penentuan bakal calon.
Dalam konteks kekhawatiran tentang keterwakilan ideologi partai oleh calon anggota DPR/DPRD, Saldi Isra menjelaskan bahwa partai politik memiliki peran sentral dalam memilih calon yang mampu mewakili kepentingan, ideologi, rencana, dan program kerja partai politik tersebut.
Saldi Isra juga menanggapi kekhawatiran terkait politik uang dalam sistem pemilu proporsional terbuka. Dia menyatakan bahwa praktik politik uang dapat terjadi dalam berbagai sistem pemilihan umum, termasuk sistem proporsional dengan daftar tertutup. Oleh karena itu, praktik politik uang tidak dapat dijadikan dasar untuk menyalahkan sistem pemilihan umum tertentu.
Saldi Isra menegaskan bahwa argumen-argumen pemohon, seperti distorsi peran partai politik, politik uang, tindak pidana korupsi, dan keterwakilan perempuan, tidak semata-mata disebabkan oleh pilihan sistem pemilihan umum. Menurutnya, setiap sistem pemilihan umum memiliki kekurangan yang dapat diperbaiki tanpa mengubah sistem itu sendiri.
Putusan ini diambil dalam persidangan yang hanya dihadiri oleh delapan hakim konstitusi. Juru Bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, mengkonfirmasi bahwa Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams sedang menjalani tugas di luar negeri.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menerima permohonan uji materi terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu yang terkait dengan sistem pemilu proporsional terbuka. Permohonan tersebut diajukan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada tanggal 14 November 2022.
Enam pemohon dalam gugatan ini adalah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).
Delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI, termasuk Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS, menyatakan penolakan terhadap sistem pemilu proporsional tertutup. Satu-satunya fraksi yang mendukung sistem pemilu proporsional tertutup adalah PDI Perjuangan. (hdl)