Jakarta (pilar.id) – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama dengan Pemerintah Pusat berupaya untuk merumuskan Rancangan Undang-Undang baru terkait dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dinilai ingin menghapuskan peninggalan kolonial masa Belanda.
Namun, Rancangan Kitab Undang-Undangn Hukum Pidana (RKUHP) tersebut hingga saat ini masih menyebabkan polemik di masyarakat. Sebab, ada beberapa pasal yang dinilai membatasi kebebasan berpendapat dan kebebasan pers seperti adanya pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden.
Salah satu penolakan, datang dari Dewan Pers. Bahkan, pihaknya meminta kepada Presiden Joko Widodo agar pengesahan RKUHP ditunda. Sebab, menurut surat Dewan Pers tertanggal 17 November 2022, ada substansi beberapa pasal RKUHP yang berpotensi membatasi kebebasan pers.
Usulan penundaan pengesahan RKUHP tersebut juga didasarkan pada belum adanya pengakomodasian masukan dari Dewan Pers terkait dengan pasal-pasal yang ada di RKUHP.
“Pemerintah dalam tanggapannya bulan Oktober melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia belum mengakomodasi usulan reformulasi Dewan Pers terhadap pasal-pasal krusial dalam rumusan RKUHP,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Dewan Pers, Muhamad Agung Dharmajaya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (21/11/2022).
Dewan Pers berpendapat, pemerintah belum menanggapi beberapa pasal yang menjadi masukan Dewan Pers. Tidak ada pula penjelasan dari pemerintah, apa saja pasal masukan yang diakomodasi dan mana pula yang tidak diakomodasi beserta argumentasinya.
Dia menegaskan secara substansi RUU KUHP masih bermuatan membatasi kemerdekaan pers dan berpotensi mengkriminalisasikan karya jurnalistik.
Sementara, secara prosedural Dewan Pers juga belum menerima respon balik yang resmi dari pemerintah atas usulan yang telah Dewan Pers sampaikan pada pemerintah pada 20 Juli 2022.
Dia mengungkapkan Dewan Pers telah menyampaikan usulan reformulasi RKUHP kepada DPR RI melalui Komisi III dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) pada 23 Agustus 2022. DPR pun menyambut baik usulan reformulasi tersebut dan kemudian menyerahkan usulan reformulasi kepada pemerintah.
Atas dasar itulah, Dewan Pers menyarankan selain penundaan rencana pengesahan RKUHP, supaya terlebih dulu dilakukan simulasi kasus terhadap beberapa pasal yang berpotensi menghalangi kemerdekaan pers.
Dewan Pers pun meminta transparansi draf RKUHP dari pemerintah yang dikirim ke DPR sehingga bisa dengan mudah diakses masyarakat luas.
Dewan Pers, tutur Agung, mendukung upaya pembaharuan KUHP sebagaimana telah dituangkan dalam naskah akademik RKUHP bahwa tujuan dari hukum pidana dan pemidanaan adalah untuk perlindungan masyarakat, kesejahteraan masyarakat, dan keamanan masyarakat.
Selain itu kata dia, di RKUHP juga tertuang misi pembaruan hukum pidana di dalam naskah akademik (konsolidasi, dekolonisasi, demokrasi, harmonisasi, dan aktualisasi). (fat)