Jakarta (pilar.id) – Ketua Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo), Joko Setiyanto, menyoroti langkah Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi dan jajarannya yang terkesan hanya killing pasar dalam menangani kelangkaan minyak goreng. Menurut dia, seharusnya Mendag dan jajarannya tidak hanya berkeliling dari satu pasar ke pasar lainnya.
“Kalau hanya keliling ke pasar sana ke pasar sini, ya percuma,” kata Joko kepada Pilar.id, Sabtu (5/3/2022).
Oleh sebab itu, kata Joko, Mendag harus benar-benar bekerja keras untuk mengatasi permasalah minyak goreng. Dia juga mengatakan, Mendag harus tegas ke produsen. Kalau perlu, Lutfi harus mengawasi langsung proses yang dilakukan produsen minyak goreng, dari mulai distribusi hingga ketaatan produsen dalam menjalankan kewajiban pasok domestik atau domestic market obligation (DMO) sebesar 20 persen dari total produksi.
Ia sangat miris dengan fenomena kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng dalam waktu setahun terakhir. Karena, Indonesia adalah negara penghasil minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) terbesar di dunia. “Kita negara penghasil CPO terbesar di dunia, tapi tidak bisa menyelesaikan kelangkaan minyak goreng. Itu kan dagelan,” tegasnya.
Pemerintah harus benar-benar mencari akar masalah atau solusi dari kelangkaan minyak goreng di Tanah Air. Menurutnya, sangat ironis mayoritas masyarakat Jakarta sulit mendapat minyak goreng. Padahal, hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya.
“Saya tidak tahu pasti sampai kapan kelangkaan minyak goreng terjadi, tapi semestinya itu sudah diantisipasi oleh ahli-ahli yang berada di pemerintah. Ini berkaitan dengan bahan pokok,” ucap Joko.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai, Presiden Joko Widodo seharusnya mengganti Mendag Lutfi. Sebab, sumber masalah melonjaknya harga bahan pangan dan kelangkaan pasokan karena kemauan politik pemerintah yang sangat lemah.
Lalu, tata kelola yang berkaitan dengan bahan pangan mudah diintervensi pihak-pihak tertentu. Belum lagi persoalan kurangnya kontrol atau pengawasan di lapangan.
“Sanksinya tidak ada. Tidak pernah ada yang tegas. Mereka yang menimbun barang tidak pernah ditindak. Menteri perdagangan harusnya direshuffle,” kata Trubus.
Dari sengkarut yang ada, dia menilai, salah satu penyebab utamanya ialah menteri-menteri Jokowi di bidang ekonomi berjalan sendiri-sendiri dan minim koordinasi. Para menteri-menteri yang berkaitan dengan ekonomi hanya mengutamakan ego sektoral, sehingga muncul ketimpangan harga dan kelangkaan pasokan yang merugikan rakyat.
“Karena masalah pangan itu hanya tinggal kemauan politik saja. Dari dulu selalu seperti itu, kalau mau ada hari besar pasti harga pangan naik dan langka. Pasti itu ada permainan,” tegasnya. (her/din)