Surabaya (pilar.id) – Meski PPKM telah dicabut, Pandemi Covid-19 belum berakhir. Karena mutasi virus dan kasus penularan masih terjadi. Data Satgas Covid-19 menyebutkan, hingga Kamis (2/2/2023), ribuan orang masih dinyatakan postif Covid-19.
Namun pada saat bersamaan, sejumlah penelitian terus dikebut guna menemukan formula yang tepat untuk menghadang laju sebaran virus ini.
Seperti yang dilakukan Dr Arif Nur Muhammad Ansori SSi MSim doktor muda Universitas Airlangga yang baru menyelesaikan sidang disertasi terbukanya, Kamis (26/1/2023) lalu.
Lewat kerja kerasnya, Arif menemukan Vaksin Covid-19 berbasis imunoterapi dengan sel dendritik. Katanya, ada berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari vaksin ini.
“Vaksin ini memiliki berbagai macam kelebihan seperti aspek halal, respon imun lebih cepat, tidak memerlukan adjuvant, tidak adanya penolakan dari tubuh, dan efek samping yang minimal,” terangnya.
Dikatakan, vaksin ini memiliki beberapa keunggulan. Seperti diketahui, ada vaksin lain yang masih memiliki berbagai macam kekurangan. Seperti efek samping yang berat akibat respon penolakan tubuh, hingga aspek halal yang belum terpenuhi.
Arif mengaku, upaya yang ia lakukan ini bermula saat Covid-19 pertama kali masuk di Indonesia pada Maret 2020. Saat itu, ia bersama tim dari Professor Nidom Foundation melakukan analisis terhadap virus Covid-19.
Penelitian yang dilakukan Arif pada disertasinya berfokus pada protein S atau spike. Protein yang diperoleh kemudian dipetakan melalui metode in silico dan in vitro, dimana hasilnya berupa protein terbaik dalam menghasilkan respon imun.
Hasil penelitian juga telah melalui proses publikasi jurnal ilmiah pada 2020 dan 2021 lalu yang masuk pada jurnal internasional terindeks Scopus baik Q2 maupun Q1.
Soal kendala, kata Arif, pada aspek pendanaan dan fasilitas pendukung penelitian. Meski demikian, ia mendapat dukungan penuh dari Professor Nidom Foundation, serta dana penelitian dari Program Beasiswa Pendidikan Magister Menuju Doktor Untuk Sarjana Unggul (PMDSU) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
“Hasil penelitian ini dapat menunjang kemandirian Indonesia tanpa menggantungkan diri pada bangsa lain untuk ketersediaan protein S,” jelas lulusan program doktor Fakultas Kedokteran Hewan Unair ini.
Hasil penelitian berupa vaksin ini akan terus dikembangkan sehingga tidak hanya mengendap di perpustakaan atau bahkan berhenti pada publikasi ilmiah saja.
“Harapannya vaksin ini dapat digunakan lebih luas untuk masyarakat Indonesia mengingat akan keunggulan dibanding lainnya seperti aspek halal dan minimnya efek samping yang ditimbulkan,” pungkasnya. (ret/hdl)