Malang (pilar.id) – Menyebut nama Ngawonggo tak bisa lepas dari sebuah situs yang konon merupakan tempat singgah Mpu Sindok yang pada abad ke-10 silam memindahkan pusat kerajaan Mataram Kuno di tengah-tengah Jawa, ke wilayah Timur.
Berada di Kabupaten Malang, Desa Ngawonggo yang berada di Kecamatan Tajinan ini dikelilingi hutan bambu dan dibatasai dengan aliran sungai yang masih deras sebagai sumber petirtaan.
Untuk mengenalkan situs kuno ini ke masyarakat luas khususnya kaum muda yang lebih modern, cara unik dilakukan oleh masyarakat lokal yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kaswangga.
Mereka melengkapi kawasan ini dengan tempat singgah Tomboan, yang mengusung konsep dapur terbuka atau pawon yang diseting dengan suasana pedesaan persis seperti penduduk lokal dahulu bersantap makan di rumah.
Pengunjung bebas mengambil sendiri makanan dan minuman langsung di depan pawon dengan memilih hidangan jamuan ala ndeso, wedang uwuh, jahe, serta jajanan tradisional mulai jemblem, ketan, hingga ongol-ongol. Sementara melengkapi sego jagung, ada lodeh, bothok dan tahu tempe goreng lengkap dengan lentho.
Yang perlu dicatat, tamu yang akan datang ke sini harus reservasi dulu, sehingga pengelola bisa mengira-ngira berapa banyak masakan yang diolah untuk hari itu.
Mengunjungi situs Ngawonggo dan tetirah untuk sejenak menikmati sajian menu-menu ndeso otentik di Tomboan ini tidak dipatok harga oleh pengelola.
Karena bagi mereka, Tomboan ini bukan warung atau kedai. Dan pengunjung Ngawonggo adalah tamu yang harus dijamu tanpa perhitungan transaksional jual-beli. Jadi tamu bebas memberi imbalan seikhlasnya. (ton/hdl)