Surabaya (pilar.id) – Menjelang Pilkada 2024, ancaman hoaks berbasis kecerdasan buatan (AI) semakin mengkhawatirkan. Riesta Ayu Oktarina, pakar komunikasi dari Stikosa AWS, memperingatkan potensi meningkatnya penyebaran informasi palsu yang memanfaatkan teknologi canggih ini.
Dikatakan, hoaks terus bermunculan di berbagai platform media sosial. Mulai dari kabar palsu tentang give away selebriti hingga isu-isu politik yang menyesatkan.
Riesta mengamati bahwa sebaran hoaks sangat kuat di media sosial, sementara banyak pengguna internet cenderung mencari informasi di platform ini dibandingkan media pemberitaan resmi.
“Kebiasaan re-share tanpa verifikasi masih kuat di kalangan pengguna media sosial. Akibatnya, informasi hoaks dapat tersebar dengan sangat cepat,” ujar Riesta di Kampus Stikosa AWS, Kamis (10/10/2024).
Ia pun menjelaskan, ada beberapa hal yang menjadikan sebaran hoaks ini jadi sangat kuat. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap mudahnya penyebaran hoaks antara lain fitur berbagi yang mudah digunakan di platform media sosial, dan kurangnya literasi digital di kalangan pengguna.
Selain itu, ia juga menggarisbawahi algoritma yang memprioritaskan konten viral tanpa mempertimbangkan kebenarannya. “Faktor emosional juga menjadi mendorong orang untuk membagikan informasi tanpa berpikir kritis,” tambahnya.
Kondisi lain yang memperkuat sebaran ini adalah polarisasi politik yang membuat orang cenderung percaya informasi yang sesuai dengan pandangan mereka.
Ancaman Hoaks Berbasis AI
Kaprodi Ilmu Komunikasi Stikosa AWS ini juga menekankan bahwa penggunaan AI dalam pembuatan hoaks semakin canggih dan umum. Beberapa bentuk hoaks berbasis AI yang perlu diwaspadai antara lain deepfake, suara sintetis, hingga manipulasi gambar yang menggunakan teknologi generatif seperti DALL-E atau Stable Diffusion.
“Dengan berkembangnya teknologi AI, deteksi hoaks menjadi semakin sulit. Ini menciptakan tantangan besar bagi pakar keamanan dan media,” tambah Riesta.
Menutup penjelasannya, ia menyampaikan beberapa hal yang bisa digunakan untuk mengatasi ancaman hoaks berbasis AI.
“Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan. Tentu hal terpenting adalah edukasi masyarakat tentang literasi digital,” tegasnya. Setelah itu perlunya penguatan etika dan regulasi terkait penggunaan AI, kerjasama antara platform teknologi, pemerintah, dan masyarakat.
Di dunia pendidikan, Riesta mengingatkan pentingnya integrasi kurikulum literasi digital yang kuat di lembaga. “Setiap elemen masyarakat harus berperan aktif dalam upaya pencegahan dan penanggulangan hoaks. Ini adalah masalah serius yang membutuhkan tindakan bersama,” tegas Riesta.
Menjelang Pilkada 2024, kewaspadaan terhadap hoaks berbasis AI menjadi semakin penting. Masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kemampuan literasi digital mereka dan selalu bersikap kritis terhadap informasi yang diterima, terutama di media sosial. (hdl)