Surabaya(pilar.id) – Di kota metropolitan seperti Surabaya, banyak menyuguhkan tempat nongkrong yang memiliki banyak tema atau konsep.
Seperti halnya di wilayah pinggir Pantai Kenjeran, Surabaya Timur, yang akrab disebut Watu-watu Kenjeran. Di kawasan ini berdiri beberapa stan yang menyulap pinggiran pantai itu jadi tempat bersantai dengan menu sederhana yang bisa dipilih.
Seperti lontong kupang, sate kerang, lontong mie dan minuman yang dihadirkan juga sederhana, seperti degan, minuman kemasan dan teh.
Adanya stand-stand di pinggir jalan, menjadi ladang tambahan penghasilan bagi masyarakat setempat, dengan memanfaatkan hamparan laut Surabaya, angin laut yang berhembus membuat setiap orang yang datang, dapat sedikit melepas penat dengan makanan dan minuman harga kaki lima.
Seperti disampaikan Solihin, salah satu pedagang di Watu-watu Kenjeran. Bersama istrinya, ia baru membuka stand berjualan di tahun 2020. Saat itu Solihin baru saja di PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja.
“Karena pandemi itu, saya memberanikan diri dengan istri buka usaha ini, kita baru buka September 2020, di sini udah banyak yang jualan ketika itu. Tempat saya ini, dari pemberian adik,” jelas Solihin.
Tak berada di dalam ruangan dan hanya mengandalkan pepohonan sebagai atap berteduh, tanpa ada terpal yang menutupi. Membuat Solihin dan sejumlah pedagang lain yang sepertinya, akan kerepotan dan terpaksa pulang ketika hujan datang.
“Kalau hujan, biasanya kita selamatkan terpal yang buat duduk dulu, sekira hujannya reda kita gelar kembali, kalau tidak berhenti-berhenti, kami terpaksa pulang, jadi dalam seminggu tidak mesti berapa kali jualan, tergantung cuaca dan kondisi badan,” terang pria 47 tahun ini.
Solihin menyebut, terdapat sekitar 21 stand yang berjualan sepanjang jalan Watu-watu Kenjeran ini. Ia juga mengatakan, jika dari pemerintah setempat tidak mendukung adanya pedagang disini, namun warga memanfaatkan peluang dengan melihat banyak orang yang kerap berhenti di pinggir pantai untuk menikmati angin laut dan suasananya.
Tempat nongkrong berkonsep outdoor dengan model duduk lesehan ini, biasanya ramai pada hari weekend, yang datang rata-rata merupakan sepasang kekasih atau menjadi tempat berkumpul anak-anak muda ataupun keluarga.
“Semua kalangan kesini, paling ramai ketika Minggu pagi. Kalau hari-hari biasa satu dua orang, tetapi lumayan, setidaknya bisa menghasilkan, dari pada saya menganggur,” ucapnya.
Konsep tempat nongkrong pinggir Surabaya ini, menurut Shofi salah satu pengunjung, yang baru pertama kali ke watu-watu Surabaya. Ia menilai tempatnya cukup teduh.
Namun masih banyak semut di terpal sebagai tempat duduk. Semut-semut merah tersebut berasal dari pohon-pohon, sehingga membuat pengunjung harus berhati-hati agar tak digigit.
“Tempatnya cocok sebagai tempat melamun, berisitrihat sebentar setelah penat beraktivitas atau sebagai tempat untuk bertemu seseorang. Harga makanan dan minuman juga tak mahal, ramah dikantong pelajar,” ujar perempuan 23 tahun ini. (jel/hdl)