Jakarta (pilar.id) – Media besutan Najwa Sihab, Narasi, pada Minggu (25/9/2022) menerima serangan siber. Media sosial sereta nomor kontak dari sejumlah jurnalis dan tim redaksi Narasi mengalami peretasan dan pembobolan.
Bahkan, jumlah korban peretasan dari jurnalis dan mantan jurnalis Narasi pun terus mengalami peningkatan jumlah. Minggu (25/9/2022) malam, ada 11 jurnalis yang mengalami upaya peretasan.
Sedangkan pada Senin (26/9/2022) pukul 16.00 menurut pengakuan dari Pemimpin Redaksi Narasi, Zen RS melalui akun media sosialnya, jumlah korban peretasan bertambah menjadi 28 orang. Jumlah tersebut termasuk beberapa kru Narasi yang sudah tidak lagi bekerja di media tersebut.
Atas tindak peretasan tersebut, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Sasmito Madrim mengatakan, serangan atau peretasan terhadap jurnalis dan tim redaksi media Narasi adalah serangan terhadap kebebasan pers.
“Karena Narasi bekerja dilindungi oleh Undang-undang (UU) Pers,” kata Sasmito dalam konferensi pers secara virtual, Senin (26/9/2022).
Diketahui, total kru Narasi yang mengalami peretasan akun media sosial bertambah dari 11 menjadi 24 orang. Pelaku peretasan berupaya mengambil alih akun media sosial milik karyawan Narasi seperti Facebook, Instagram, Telegram, dan WhatsApp pada Sabtu (24/9/2022).
Lalu, lanjut Sasmito, Narasi adalah perusahaan media yang sejatinya bekerja untuk publik. Artinya, peretasan kepada Narasi juga menyerang publik.
Karena ketika perusahaan media mendapatkan serangan peretasan, artinya informasi yang seharusnya didistribusikan kepada publik menjadi terhambat.
“Oleh sebab itu, kita sangat mengecam sekali serangan ini dan harus secepatnya dihentikan,” tegasnya.
AJI mendorong kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, untuk mengusut tuntas peretasan yang dialami oleh Narasi. Tanpa ada laporan sekalipun, seharusnya polisi sudah bergerak mencari dan mengusut siapa pelaku serangan peretasan terhadap redaksi Narasi.
Pasalnya dalam beberapa kasus peretasan, aparat penegak hukum bergerak dengan sangat cepat. Bahkan dalam hitungan hari, mereka sudah bisa ditemukan pelakunya.
Peretasan kepada salah satu media nasional ini menjadi yang sangat serius. Sebab, peretasan dialami hampir oleh seluruh pekerja atau 24 awak Narasi. Bisa dibilang, peretasan tersebut dilakukan secara sistematis.
“Polisi harus mengusut, jangan melakukan pembiaran. Kalau melakukan pembiaran itu artinya ada kepentingan yang patut kita curiga,” ujar Sasmito. (her/fat)