Jakarta (pilar.id) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan status tersangka bagi enam individu dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi terkait penyaluran bantuan sosial (Bansos) berupa beras untuk keluarga penerima manfaat (KPM) program keluarga harapan (PKH) yang dijalankan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) pada tahun 2020.
Keenam tersangka tersebut adalah MKW, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT BGR Persero pada periode 2018 hingga 2021; BS, yang menjabat sebagai Direktur Komersial PT BGR Persero pada periode 2018 hingga 2021; AC, yang menjabat sebagai Vice President Operasional PT BGR Persero pada periode 2018 hingga 2021; IW, yang merupakan Direktur Utama MEP sekaligus Tim Penasihat PT PTP; RR, yang merupakan Tim Penasihat PT PTP; dan RC, yang menjabat sebagai General Manager PT PTP sekaligus Direktur PT EGP.
Menurut keterangan tertulis yang diterima pada Kamis (24/8/2023), KPK juga telah melakukan penahanan terhadap Tersangka IW, RR, dan RC selama 20 hari pertama, mulai dari 23 Agustus hingga 11 September 2023. Penahanan ini dilaksanakan di Rutan KPK.
Dalam laporan tersebut, dikonfirmasi bahwa KemenSos telah memilih PT BGR sebagai distributor bantuan sosial beras (BSB) melalui surat perjanjian pelaksanaan pekerjaan penyaluran BSB untuk KPM program PKH, dalam rangka penanggulangan dampak Covid-19, dengan nilai kontrak mencapai Rp326 Miliar.
Agar distribusi BSB dapat segera terlaksana, AC bersama MKW dan BS secara sepihak menunjuk PT PTP yang dimiliki oleh RC untuk menggantikan PT DIB Persero sebagai konsultan pendamping distribusi BSB, tanpa melalui proses seleksi. PT DIB Persero sebelumnya telah ditunjuk, tetapi belum memiliki dokumen legalitas yang sah.
Selain itu, IW dan RR ditunjuk sebagai penasehat PT PTP untuk memberikan keyakinan kepada PT BGR terkait kapabilitas PT PTP. Dalam penyusunan kontrak antara PT BGR dan PT PTP, tidak terdapat kajian atau perhitungan yang jelas, serta penentuan sepenuhnya ditentukan oleh MKW. Bahkan, tanggal kontrak sengaja dibuat mundur (backdate).
Berbekal ide dari IW, RR, dan RC, PT PTP membentuk konsorsium sebagai formalitas, tanpa pernah benar-benar menjalankan aktivitas distribusi BSB. Dalam periode September hingga Desember 2020, RR melakukan penagihan pembayaran uang muka dan uang termin jasa konsultan kepada PT BGR, yang totalnya sekitar Rp151 Miliar. Terjadi manipulasi pada beberapa dokumen lelang dari PT PTP dengan mencantumkan tanggal kontrak yang telah dibuat mundur. Antara Oktober 2020 hingga Januari 2021, terdapat penarikan uang sebesar Rp125 Miliar dari rekening PT PTP yang tidak terkait dengan distribusi bantuan sosial beras (BSB).
Tindakan para tersangka tersebut melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf b, c, f, dan g bersama Pasal 6 huruf c dan f Peraturan Menteri BUMN tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN; serta Pasal 19 ayat (1) Peraturan Menteri BUMN tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) pada BUMN.
Akibat perbuatan mereka, kerugian keuangan negara mencapai sekitar Rp127,5 Miliar. Selain itu, ada dugaan bahwa IW, RR, dan RC juga mengambil sekitar Rp18,8 Miliar untuk kepentingan pribadi.
Para tersangka dikenakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah oleh UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (mad/ted)