Surabaya (pilar.id) – Menyambut pemilihan umum (pemilu) 2024, dunia politik tanah air semakin dinamis. bakal calon presiden (bacapres) yang telah memulai serangkaian kampanye politik mereka.
Sejalan dengan itu, ajakan untuk berdebat dan adu gagasan pun semakin marak dari berbagai kalangan. Beberapa waktu lalu, Universitas Gadjah Mada (UGM) menjadi tempat bagi para bacapres untuk menyampaikan gagasan mereka secara terbuka kepada publik.
Menurut Dr. Suko Widodo, Drs., MSi, Dosen Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Airlangga (UNAIR), kampus adalah salah satu lingkungan yang sangat cocok untuk menjadi wadah ajang adu gagasan dan debat bagi calon presiden dan calon wakil presiden. Ia berpendapat bahwa kampus memiliki sumber daya manusia yang kritis dan kompeten di berbagai bidang.
Lebih lanjut, Suko mengungkapkan bahwa kampus memiliki kemampuan yang lebih rinci dalam mengadakan kajian strategis.
Mereka memiliki metodologi yang cermat dalam mengevaluasi setiap gagasan yang dihadirkan kepada publik. Kampus juga memiliki cara yang komprehensif untuk menilai gagasan-gagasan tersebut.
Suko juga menganggap bahwa kampus efektif dalam mengarahkan kampanye politik kepada pemilih pemula, terutama mahasiswa.
“Bacapres dituntut untuk lebih kritis dan strategis dalam menyampaikan gagasan. Eksistensi bacapres dalam menyampaikan gagasan lebih teridentifikasi dengan kritis dan mendalam,” ujar Suko.
Sistem dialog antara bacapres yang diadakan oleh kampus bukanlah sesuatu yang baru. Suko menjelaskan bahwa sistem tersebut telah lama digunakan di Amerika Serikat. Inisiatif ini merupakan langkah maju bagi Indonesia dalam menggalakkan partisipasi politik generasi muda.
Selain itu, Suko juga menyoroti pentingnya adanya agenda kampanye politik di dalam lingkungan kampus yang selaras dengan hukum. Selain itu, kampus menjadi tempat yang relevan untuk mengadakan diskusi yang inklusif.
“Dengan munculnya kampanye politik di kampus, dibutuhkan informasi yang memadai untuk memahami dinamika politik yang menuju pemilu 2024,” ujar Suko, yang juga mengajar mata kuliah Komunikasi Politik di FISIP UNAIR.
Suko juga menambahkan bahwa tidak semua kampus memiliki kualifikasi yang memadai untuk mengadakan kegiatan semacam ini.
Diperlukan kampus-kampus yang memiliki integritas dan memiliki kajian yang relevan. Penting untuk mencatat bahwa kampus tersebut tidak boleh memiliki afiliasi dengan partai politik manapun. Hal ini akan menjadi penanda keseimbangan agar tidak ada kecenderungan mendukung salah satu pihak.
“Kesempatan bagi para bacapres untuk berdialog adalah pertemuan yang strategis untuk mengevaluasi visi dan misi yang mereka bawakan. Ini akan memberikan informasi penting kepada pemilih dalam menentukan pilihan saat pemilu,” tambahnya. (rio/ted)