Jakarta (pilar.id) – Demokrasi di Indonesia menghadapi tantangan serius, dengan meningkatnya ketegangan dan konflik antara pendukung calon presiden dalam Pilpres 2024. Fenomena ini menciptakan perpecahan di masyarakat, di mana mereka yang sebelumnya mendukung kekuasaan sekarang menjadi oposisi.
Hal ini menjadi fokus dalam Serial Diskusi Fatsoen Politik dengan tema ‘Menuju Politik yang Beretika & Beradab di Indonesia’, yang diselenggarakan secara daring oleh The Lead Institute Universitas Paramadina.
Dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (7/12/2023), Prof. Didik J. Rachbini, salah satu pembicara dalam diskusi tersebut, menyampaikan bahwa fenomena relawan dalam Pilpres seharusnya menjadi bagian dari sistem institusi rule of law.
Namun, selama sembilan tahun, relawan justru menjadi rayap demokrasi yang berada di bawah kekuasaan dan kini menjadi oposisi. Didik menyebut ini sebagai suatu bentuk penyimpangan yang membuat wajah pemimpin Indonesia terlihat otoriter.
Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Pemikir Islam dan Kebangsaan, menekankan bahwa Indonesia, sebagai negara hasil perjuangan dari keberagaman komunitas dan etnis, seharusnya menjaga dan merawat fatsoen politik.
Namun, seiring berjalannya waktu, Indonesia malah menjadi Malin Kundang terhadap civil society yang telah melahirkan negara ini. Kelelahan, kemarahan, pembusukan, dan kekecewaan masyarakat menjadi siklus yang terulang sejak Orde Lama, Orde Baru, hingga Orde Reformasi.
Dr. M. Subhi Ibrahim, Ketua Program Magister Studi Islam, mengingatkan bahwa negara dapat bubar jika kesepakatan yang dibuat oleh rakyat tidak lagi memberikan mandat kepada negara. Politik negara di masa depan akan sangat ditentukan oleh permainan politik, aturan, dan aktor yang terlibat. Dalam konteks nalar politik, pentingnya memberikan sanksi bagi pelanggar aturan menjadi perhatian khusus.
Tsamara Amany S.Ikom, M.A, politisi muda, menyampaikan bahwa masalah utama dalam realitas demokrasi adalah mengenai hitungan dan tingkat kepuasan masyarakat.
Dalam pemilu, menang atau kalah ditentukan oleh jumlah suara yang diperoleh. Masalah ekonomi menjadi fokus utama dari semua generasi, termasuk Gen Z, milenial, generasi X, dan boomer. Dalam 10 tahun ke depan, ia yakin bahwa masalah ekonomi akan tetap menjadi perhatian utama masyarakat.
Diskusi ini menggarisbawahi pentingnya menjaga etika politik, memahami aspirasi masyarakat, dan memberikan solusi nyata terutama dalam hal ekonomi. Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan politik yang beretika dan beradab di Indonesia, diskusi ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk perubahan positif dalam sistem politik dan pemerintahan negara. (hdl)