Kediri (pilar.id) – Pondok Pesantren Wali Barokah LDII Kota Kediri tak pernah tidur. Selama 24 jam aktivitas santri menghidupkan ponpes yang menaungi 5.000 orang santri. Selama 24 jam pula pasokan energi listrik dibutuhkan. Untuk memenuhi kebutuhan itulah, Ponpes ini memulai mencoba energi baru terbarukan, PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya).
Namun transisi energi ini bukan sekadar pemenuhi energi listrik saja namun juga transformasi sosial sebuah lembaga dakwah dalam komitmennya untuk menjaga lingkungan.
Menjelang pukul 11.00 WIB, KH Sunarto, pengasuh Ponpes Wali Barokah LDII Kediri mengajak keliling area PLTS Rooftop Hybrid. Setelah Kota Kediri masuk dalam wilayah PPKM Level 2, para santri mulai beraktivitas kembali.
Terlihat kesibukan para santri ketika Sunarto menyilakan pengunjung untuk naik ke lantai 2 melalui lift berbentuk kapsul dengan dinding transparan. Sebuah akses yang lebih bagus dibanding 3 tahun silam ketika akses menuju rooftop masih berupa lift barang.
“Ada banyak perkembangan. Selain fasilitas akses yang lebih bagus, kami juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupah panel sel surya,” kata K.H Sunarto.
Sejumlah 50 panel surya dibangun di atap gedung yang berseberangan dengan gedung yang sudah dibangun sel surya secara swadaya. Sedangkan solar panel swadaya yang dibangun oleh Ponpes Wali Barokah sebanyak 636 panel seluas 40x41m yang dibangun di atas kerangka baja.
Atas pembangunan solar panel ini, maka ada ruangan tambahan di bawahnya yang bisa digunakan untuk kegiatan umum. Aula serba guna di bawah naungan sel surya yang bisa digunakan untuk Padepokan PB Persinas Asad. Menurut Sunarto, pembangunan sel surya swadaya ini tidak sekadar ditambahkan di atas, namun harus membangun kerangka baja agar kuat menahan. Hal inilah yang menjadikan biaya lebih besar dibandingkan dengan solar panel bantuan pemerintah jika dihitung dalam satuan luas yang sama.
Kedaulatan Energi dan Keterbukaan LDII
Sebuah inovasi yang layak diapresiasi ketika sebuah lembaga pendidikan dakwah turut serta dalam program energi baru terbarukan. Lembaga dakwah yang kerap kali dikesankan ekslusif namun memiliki inovasi dan peran terhadap lingkungan yang kreatif.
“Alasan pertama untuk memenuhi pasokan listrik sebab di Ponpes Wali Barokah, kebutuhan listrik bukan semata belajar dan daya dukung belajar juga penting,” kata K.H Sunarto.
Bila kebutuhan lampu untuk penerangan bisa dipenuhi oleh listrik dari PLN, namun ada sarana dan prasarana yang bisa mendukug proses belajar mengajar yang kebutuhannya lebih besar dari sekadar lampu. Selain penerangan ruangan, peralatan IT yang bisa mendukung, keperluan kantor, dan lift membutuhkan listrik yang besar selama 24 jam.
Apabila pasokan listrik PLN terputus karena berbagai hal, cukup mengganggu keberlangsungan kegiatan di Ponpes. Meskipun ada genset, namun biayanya juga lumayan tinggi. Atas dasar alasan ini, maka Ponpes membutuhkan energi alternatif. Pilihannya jatuh pada sel surya.
“Di Indonesia, khususnya di Kediri, sinar matahari efektif sampai 5,5 jam. Ini termasuk intensitas cahaya yang tinggi sehigga bisa dimanfaatkan,” terang H. Ronny Gadhafi Fattah, Penangung Jawab PLTS Wali Barokah.
“Ada pertimbangan lain bahwa Ponpes Wali Barokah ingin berkontribusi pada bangsa dan negara lewat pengurangan emisi yang menjadi program pemerintah,” terang K.H Sunarto.
LDII merasa perlu untuk turut serya dalam program lingkungan. Organisasi ini menyadarai bawah Indonesia terikat dengan perjanjiang Paris Agreement 2015. Sebuah kesepakatan negaranegara di dunia untuk mengurangi emisi CO2 yang berdampak pada perubahan iklim.
Pada kesempatan terpisah, Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc., Ketua pada Dewan Pimpinan Pusat (DPP) LDII dan sekaligus sebagai Koordinator Bidang (Korbid) Litbang, Iptek, Sumberdaya Alam, dan Lingkungan Hidup (LISDAL), DPP LDII mengatakan bahwa LDII sebagai bagian dari civil society telah memahami bahwa Indonesia sudah berkomitmen dan menandatangani Paris Agreement 2015.
“Sebagai konsekuensinya, Indonesia perlu meningkatan prosentase penggunaan energi baru terbarukan minimal 23% dalam keseluruhan bauran energi (energy mixed) di tahun 2025. Untuk itu perlu diupayakan terwujudnya kemitraan negara dengan masyarakat agar terjadi percepatan (akselerasi) skenario peningkatan persentase penggunaan energi baru terbarukan (EBT). LDII ikut serta dalam percepatan ini,” katanya.
Keikutsertaan Ponpes Wali Barokah diperlukan mengingat pencapaian bauran energi di akhir tahun 2020 baru mencapai 11,51 persen (sesuai perhitungan Dewan Energi nasional dan Kemen ESDM).
Sudarsono mengatakan, perlu diupayakan dukungan pihak swasta dan masyarakat luas (civil society) dalam mewujudkan target tersebut. Pemerintah perlu untuk menyusun affirmative policy yang memungkinkan dukungan kuat dari pihak swasta maupun investor dan pelaku EBT Dunia serta masyarakat luas dalam rangka membantu percepatan pencapaian target bauran energi dan pegurangan emisi gas rumah kaca di tahun 2025 tersebut.
Dari sisi religi, PLTS ini sebagai wujud kesyukuran kepada Allah SWT, yang telah memberi bangsa Indonesia sumber energi baru terbarukan (renewable energy), semisal tenaga air, matahari, angin/bayu, panas bumi, dan biomasa.
“LDII berpandangan bahwa energi sebagai faktor atau yang berfungsi sebagai enabler adalah bukan komoditas biasa. Karena itu diperlukan skenario pengarusutamaan (mainstreaming) pendayagunaan energi baru terbarukan,” terang Sudarsono.
Setelah PLTS terpasang, dampak sosial yang nyata adalah kunjungan dari berbagai kalangan yang datang ke Ponpes Wali Barokah.
“Kalau dulu pengunjung yang datang kebanyakan terkait dengan kegiatan keagamaan. Kujungan seputar kajian, studi banding pondok, kajian kitab. Kini ada alternatif lain melihat PLTS,” jelas Sunarto.
Keberagaman tujuan menjadikan keberagaman kalangan yang berkunjung. Bukan hanya kalangan yang terkait dengan pondon, namun juga lebih terbuka.
Mulai dari anak SMK yang belajar listrik, mahasiwa, instansi, dan kelompok masyarakat yang ingin belajar soal sel surya. Melihat gerak tersebut, LDII dalam hal ini Ponpes Wali Barokah bukan lagi menjadi kalangan yang ekslusif.
“LDII sejak lama telah dan terus berusaha mewujudkan sumber daya manusia (SDM) Profesional Religius yang Berwawasan Lingkungan,” terang Sudarsono.
Kiprah LDII di bidang lingkungan dapat dilihat dari gerakan Go Green sejak 2008, yang dicetuskan di Jawa Timur bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur.
Gerakan itu terus berlanjut hingga kini, dengan menanam 3,5 juta lebih pohon dengan angka kematian mencapai 7 persen. Selanjutnya sejak tahun 2018, melalui Keputusan Rakernas LDII Tahun 2018, selain isu Go Green, LDII mulai menaruh perhatian pada penanganan masalah sampah.
Dampak di Masyarakat
Ponpes Wali Barokah memanfaatkan EBT di berbagai tempat kegiatan dan selalu siap untuk mendukung Pemerintah dalam mencapai target bauran energi tersebut, baik melalui edukasi, pemasangan PLTS atap di rumah-rumah warga, pondok pesantren, masjid-masjid, dan tempat-tempat kegiatan warga LDII lainnya.
“Kalau dampaknya di masyarakat dalam arti dampak negatif tidak ada. PLST tidak menimbulkan dampak buruk di masyaraka sekitar,” kata Adhi Kusumo, Ketua RW 1, Kelurahan Burengan. Hanya harapannya, ke depannya tidak hanya di dalam pondok saja yang dipasang, namun bisa di luar pondok sehingga masyarakat bisa ikut merasakan secara langsung energi alternatif ini.
Selain itu, Adhi mengatakan dengan adanya teknologi PLTS baru di Panpes Wali Barokah menjadi pengetahuan juga bagi masyarakat. Setidaknya wacana energi baru terbarukan mulai dikenal oleh masyarakat dengan melihat langsung. Hal ini juga menjadi salah satu tujuan bagi Ponpes Wali Barokah.
“ Ke depannya, para santri yang mondok di sini akan menjadi juru dakwah ke berbagai pelosok tanah air. Harapannya, mereka bisa menyebarkan pengetahuan tentang sel surya karena sudah melihat dan merasakan langsung,” kata Sunarto.
Hal itu juga dirasakan oleh Mohamad Gigih (25 tahun), santri asal Magetan. Ia sudah merasakan dampak baik dari PLTS ini yaitu listrik jarang mati. Kipas angin jadi berputar terus sehigga bila di kamar tidak kepanasan.
“Awalnya saya malah tidak tahu. Suatu hari ortu telepon karena pondok masuk tv gara-gara sel surya. Saya baru tahu,” kata Mohamad.
Dalam hal aktivitas, santri hanya membantu membersikaan PLTS bila diperlukan. Kebanyakan sudah ditangani oleh tim ahli termasuk pembersihan. Perawatan ini sangat diperlukan mengingat udara Kediri mudah menjadikan PLTS kotor dan lengket. Seminggu 2-3 kali, PLTS dibersihkan agar terus bisa menyerap sinar matahari. (tik)