Banda Aceh (pilar.id) – Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) mencatat sebanyak 273 bencana terjadi di Aceh sepanjang 2024. Bencana tersebut menyebabkan 12 orang meninggal dunia, 4 orang luka-luka, dan berdampak pada 44.641 kepala keluarga atau 159.141 jiwa, dengan 4.144 di antaranya menjadi pengungsi.
Nilai kerugian akibat bencana di Aceh mencapai Rp123 miliar. Meski jumlah bencana lebih rendah dibandingkan 2023 yang mencapai 418 kejadian dengan kerugian Rp430 miliar, dampak kerusakan infrastruktur, harta benda, dan lahan pertanian tetap signifikan.
Kepala BPBA, Teuku Nara Setia, menyebutkan bahwa kebakaran permukiman menjadi bencana yang paling banyak terjadi, yakni sebanyak 86 kali, dengan kerugian mencapai Rp69 miliar.
Sementara itu, banjir tercatat terjadi 68 kali, merendam 5.062 rumah, merusak 11 jembatan, dan 18 tanggul, serta menyebabkan 883 hektare sawah terendam. Bencana ini memaksa 4.009 orang mengungsi.
“Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga masih menjadi ancaman serius dengan 63 kejadian yang membakar 214 hektare lahan,” ungkap Nara dalam rilis resmi, Selasa (7/1/2025).
Bencana Lain yang Melanda Aceh
Selain itu, angin puting beliung terjadi sebanyak 34 kali, merusak 376 rumah, dengan kerugian mencapai Rp9,5 miliar. Longsor terjadi 14 kali, dengan kerugian mencapai Rp1,2 miliar, sementara banjir bandang terjadi 4 kali, merendam rumah, dan menyebabkan kerugian Rp715 juta.
Bencana lain termasuk kekeringan di Aceh Besar, gempa bumi bermagnitudo 5,9 di Simeulue, dan abrasi yang merusak satu rumah. Secara keseluruhan, bencana ini juga berdampak pada 40 sarana pendidikan, 3 sarana kesehatan, 11 fasilitas pemerintahan, dan 12 tempat ibadah.
Mitigasi Bencana dan Imbauan BPBA
Teuku Nara Setia mengapresiasi penurunan jumlah kejadian bencana dibandingkan tahun sebelumnya, terutama kebakaran permukiman yang turun dari 149 kejadian pada 2023 menjadi 86 pada 2024. Begitu pula dengan banjir yang turun dari 105 menjadi 68 kejadian.
“Ini adalah hasil kerja sama dalam meningkatkan mitigasi bencana. Namun, kita harus tetap waspada dan menjaga alam, khususnya terkait karhutla,” jelasnya.
Ia mengimbau masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar hutan serta menjaga fungsi hutan sebagai resapan air. Nara juga meminta masyarakat dan pemerintah untuk terus bersinergi dalam penanggulangan bencana.
“Bencana adalah urusan bersama. Mari kita tingkatkan upaya pengurangan risiko bencana untuk melindungi masyarakat dan lingkungan kita,” tutupnya. (mad/hdl)