Bandung (pilar.id) – Andai Atje Bastaman, wartawan muda di Suara Merdeka, tak menyaksikan peristiwa pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut, sebutan Bandung Lautan Api mungkin tak pernah ada.
Orang bisa jadi hanya mengenangnya sebagai strategi perlawanan bumi hangus, atau entah apa. Yang jelas hari itu, Atje menyaksikan aksi perlawanan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Dari puncak bukit Leutik, ia menyaksikan pemandangan pembakaran Kota Bandung. Sesudahnya, dia bergerak menuju Tasikmalaya dan mulai menulis sebuah berita. Penuh semangat ia memainkan mesin ketik dan mulai menulis judul; Bandoeng Djadi Laoetan Api. Konon, karena kurangnya ruang, judul itu mesti diperpendek jadi Bandoeng Laoetan Api.
Kota Bandung membara di 23-24 Maret 1946. Dan asap masih mengepul hebat di 26 Maret 1946, saat Harian Suara Merdeka menyapa pembaca dengan cerita Atje Bastaman, Bandoeng Laoetan Api, peristiwa heroik yang kelak bakal tercatat dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Seperti banyak ditulis di buku sejarah kemerdekaan Indonesia, peristiwa ini terjadi pada tanggal 23 Maret 1946. Saat itu sekitar 200 ribu penduduk Bandung membakar rumah mereka sendiri. Saat Kota Bandung terbakar, mereka meninggalkan kota bergerak menuju pegunungan di daerah selatan Bandung.
Langkah ini dilakukan agar Bandung tidak jatuh ke tangan pasukan Sekutu dan Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia.
Kronologi peristiwa ini dimulai dari kedatangan pasukan Sekutu pada Oktober 1945 yang membawa misi untuk membebaskan tawanan perang Jepang, tetapi juga membawa tentara Belanda atau NICA yang ingin mengembalikan kolonialisme di Indonesia.
Rakyat dan tentara Indonesia menolak ultimatum pasukan Sekutu untuk menyerahkan senjata dan wilayah Bandung Utara, dan melakukan penyerangan terhadap markas-markas Sekutu di Bandung pada November 1945.
Pasukan Sekutu kemudian membalas dengan melakukan serangan besar-besaran terhadap kota Bandung pada Maret 1946.
Melihat situasi yang tidak seimbang, para pemimpin perjuangan Indonesia memutuskan untuk mengosongkan dan membakar kota Bandung sebagai taktik bumi hangus. Rakyat dan tentara Indonesia kemudian bergerilya ke pegunungan di selatan Bandung untuk melanjutkan perlawanan terhadap pasukan Sekutu dan Belanda. (hdl)