Jakarta (pilar.id) – Pemerintah menggelontorkan anggaran senilai Rp24,17 triliun untuk bantalan sosial. Anggaran tersebut menyasar 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM).
Selain itu, Kementerian Ketenagakerjaan juga akan menyalurkan bantuan subsidi upah (BSU) senilai Rp9,6 triliun, dengan sasaran 16 juta pekerja. Namun, bantuan langsung tunai (BLT) yang disalurkan tersebut dinilai tidak sebanding dengan besarnya dampak yang akan ditimbulkan dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
“Penyaluran bantuan dengan nilai kecil sebesar Rp150 ribu untuk BLT dan Rp600 ribu untuk BSU, tidak jelas untuk berapa bulan. Tentunya hanya meredam dampak yang timbul untuk waktu sementara dengan nilai yang tidak signifikan,” kata pengamat kebijakan publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat, di Jakarta, Rabu (31/8/2022).
Belajar dari pengalaman penyesuaian harga BBM pada 2005 lalu, pemerintah menaikkan harga bensin 32,6 persen dan solar 27,3 persen. Kenaikan kedua terjadi pada bulan Oktober, harga bensin kembali dinaikkan 87,5 persen dan solar 104,8 persen, dampaknya adalah naiknya angka inflasi hingga 11,7 persen.
“Akibat penyesuaian harga tersebut, inflasi melesat hingga 17,15 persen,” kata Hidayat.
Menurut Hidayat, dampak yang timbul dari kenaikan harga BBM ini akan menimpa dalam waktu yang panjang. Harga-harga yang sudah naik karena terkena dampak akan sulit untuk turun kembali. Selain itu, para pekerja yang di PHK belum tentu bisa mendapatkan pekerjaan kembali dalam waktu yang cepat.
“BLT diberikan ke keluarga miskin tidak antisipatif karena yang terdampak bukan masyarakat kecil saja, yang paling terdampak adalah kelompok menengah yang akan menjadi kelompok miskin baru,” sambung dia.
Dengan demikian, lanjut dia, bantalan sosial yang digelontorkan sebesar Rp24,17 triliun tersebut tidak akan sebanding dengan tingkat risiko yang akan ditanggung atas kebijakan kenaikan BBM. Padahal, pmerintah bisa menggunakan defisit anggaran yang masih menyisakan ruang di atas 3 persen.
“Dan juga proyek-proyek infrastruktur yang lemah proyeksi benefitnya terhadap APBN harus dialihkan dulu untuk menangani subsidi BBM,” kata dia. (ach/fat)