Jakarta (pilar.id) – Calon Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) Friderica Widyasari Dewi mengaku prihatin dengan maraknya investasi bodong di Indonesia belakangan ini. Celakanya, literasi keuangan yang rendah membuat masyarakat mudah tergiur dengan imbal hasilnya.
“Apalagi dengan suport masyarakat kita yang mengagumi kehidupan mewah, ini sangat menjadikan masyarakat jadi makanan empuk bagi mereka untuk cari mangsa,” kata Friderica dalam fit & proper test calon anggota Dewan Komisioner OJK, di Komisi XI DPR RI, Jakarta, Rabu (6/4/2022).
Direktur Utama PT BRI Danareksa Sekuritas ini juga menyayangkan ketika masyarakat justru bersikap defensif ketika diedukasi mengenai investasi yang salah. Karena, sebagian masyarakat tersebut lagi-lagi hanya mementingkan keuntungan yang berlipat ganda.
“Kadang tanya saya, saya bisa menjawab tapi kadang mereka defensif karena tawarannya terlalu menggiurkan,” kata dia.
Selama 2020 hingga 2021, Satgas Waspada Investasi OJK telah menutup 445 penawaran invetasi ilegal, 1.837 fintech ilegal, dan 92 gadai ilegal. Meski begitu, perempuan yang akrab disapa Kiki ini masih khawatir investasi bodong masih tetap tumbuh.
“Ini harus kita cermati. Walaupun sudah 445 penawaran ilegal ditutup, tapi ini masih ada di sekitar kita atau masih gentayangan,” katanya.
Karena itu, ia menawarkan solusi sistem pelayanan satu atap yang terintegrasi, mulai dari pengaturan, pengawasan, dan perlindungan. Apalagi hingga 2021 terdapat 3.160 lembaga keuangan, sedangkan dana yang dikelola industri jasa keuangan mencapai Rp25,5 ribu triliun.
“Sehingga semuanya akan lebih terkoordinir dengan baik. Kasus-kasus yang terjadi saat ini menunjukkan pengaturan belum optimal,” kata Kiki.
Selain itu, apabila ia terpilih menjadi anggota Dewan Komisioner OJK, akan menargetkan literasi keuangan 3-4 persen per tahun sehingga pada 2027 sudah mencapai 62-70 persen. Sedangkan untuk inklusi keuangan, ia menargetkan 3 persen per tahun, sehingga pada 2027 sudah mencapai 95 persen. (ach/hdl)